Pada dua dekade terakhir, kampanye kewirausahaan menjadi primadona, bahkan gejala tersebut telah menjadi spirit tersendiri bagi generasi muda. Hal ini kemudian memperlihatkan minat generasi muda untuk menjadi pegawai negeri kian berkurang. Mereka memiliki cita cita mulia untuk mandiri secara ekonomi, di samping memiliki jiwa sosial (filantropis).
Namun, hal demikian baru sebatas asumsi. Belum pada spirit dan mental sesungguhnya. Dengan alasan keterbatasan modal akhirnya surut dan gamang di tengah tengah tekad keterlanjuran. Terlanjur terjun tapi belum berhasil. Akhirnya, muncullah masa masa tereliye dengan kata kata bijaknya untuk mengobati dan memperkuat semangat di dalam keterlanjuran tersebut.
Seharusnya, enterpreneur atau wirausaha mengutamakan mental terlebih dahulu, baru kemudian berbicara modal. Mengapa pilihan kata jatuh kepada wirausaha untuk menerjemahkan kata “enterpreneur”? Setidaknya, kata wirausaha ingin menyampaikan pesan: seorang entrepreneur harus memiliki jiwa perwira yang pantang menyerah. Wira atau perwira usaha.
Dari latar belakang sejarah berdirinya republik, semangat keperwiiraan ini benar benar dimiliki oleh segenap komponen bangsa. Dalam membela tanah air, tentara sukarela belum digaji oleh negara karena memang baru tentara binaan Belanda yang telah mendapat gaji. Oleh karena itu, muncul keraguan untuk melawan tentara sekutu ketika melabuhkan balatentara di Jakarta dan Surabaya. Walhasil, dengan semangat rawe rawe rontek, malang malang putung, Perang 10 November 1945 menjadi ajang yang menakutkan bagi tentara sekutu.
Pada masa Orde Lama, Bung Karno telah menerapkan prinsip berdikari dengan tidak mengandalkan bantuan asing. Sehingga menurut cerita cerita orangtua, untuk makan sehari hari pun sulit. Harus makan umbi gadung yang beracun. Melihat kondisi ini hingga awal Orde Baru, lowongan pekerjaan sebagai pegawai negeri masih sepi peminat. Karena, gaji yang tidak pasti. Pada situasi seperti ini, bisa ditanyakan kepada orang orangtua: bagaimana nasib pegawai negeri di kala itu.
Pada masa Orde Baru, kemudahan demi kemudahan diberikan walaupun tidak maksimal. Secara perlahan, jaminan bagi pegawai mulai dicukupi. Subsidi diberikan. Dan, masyarakat pun berbondong bondong mendaftarkan diri untuk menjadi pegawai negeri. Walhasil, spirit dan mental beralih kepada masa masa ketika pegawai negeri diperlakukan secara istimewa. Masyarakat “nonpri” yang tidak memiliki kesempatan menjadi pegawai negeri beralih menjadi enterpreneur dengan semangat “survival”, mempertahankan diri untuk hidup. Dan, memang, salah satu syarat untuk menjadi perwira usaha adalah semangat survival ini.
Belajar dari tentara ketika berada di tengah hutan rimba sementara bekal sudah habis. Mereka dihadapkan pada situasi kritis untuk bertahan hidup dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada, termasuk keterpaksaan mengonsumsi binatang buruan dan daun daunan. Spirit dan mental ini yang perlu ditanamkan untuk menjadi seorang entrepreneur atau perwira usaha.
Dengan kata lain, jadilah perwira atau cukup ikuti saja alur yang sudah ada!