Inginkan Hadratussyekh Selalu Hadir
Bagi kalangan santri, kehadiran seorang kiai adalah suatu kebanggaan dan kemuliaan tersendiri. Baik di kala masih masih hidup maupun telah meninggalkan dunia. Namun, arti kehadiran adalah suatu keniscayaan. Tidak ada batas yang menghalangi antara ruang dan waktu.
Begitu pula, kehadiran KHA Mustai’in Syafi’ie beberapa waktu lalu di Pondok Pesantren Mafaza, Kelurahan Jogoboyo, Kecamatan Lubuklinggau Utara I, Kota Lubuklinggau telah memberikan isyarat atas kehadiran sosok sang Mahaguru Hadratussyekh KHM Hasyim Asy’ari. Restu untuk menjadi ketua Tanfdiziyah PCNU Lubuklinggau sudah didapatkan.
Kiprah yang Tak Pernah Berhenti
Menjadi santri tak boleh lelah. Setelah menempuh perjalanan demikian jauh, sejak kecil telah bersusah payah menjadi santri dan mengabdi di Pesantren Tebuireng, tekad KH Ferry Irawan telah membaja.
Tak pernah beranjak dari pesantren akhirnya sukses membangun pesantren sendiri.
Setelah lulus dari Madrasah Tsanawiyah Negeri Lubuklinggau, KH Ferry Irawan muda berangkat menuntut ilmu ke Pesantren Tebuireng untuk menghafal Al Quran di Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an Tebuireng (PPMQ).
Selama di pondok pesantren tersebut, KH Ferry Irawan mengabdikan diri sebagai tukang masak di dapur umum. Kepayahan demi kepayahan di dapur umum itulah sehingga menempa otot, tenaga, dan pikiran KH Ferry Irawan untuk fokus mencurahkan diri pada Al Quran. Dan, dalam waktu yang tidak terlalu lama, KH Ferry Irawan berhasil menghatamkan hafalannya.
Seusai mesantren di PPMQ, KH Ferry Irawan mulai mengajarkan ilmunya dengan merintis Pondok Pesantren Darussalam, di Jombang. Di pondok itu, laku dan tirakat tidak pernah berhenti. Kiai yang gemar tirakat inipun berhasil membuat Pondok Pesantren Ngesong tersebut menjadi ramai.
Setelah beberapa waktu berlalu, KH Ferry Irawan memutuskan diri untuk pulang ke Lubuklinggau. Di Lubuklinggau, dengan berbekal pengalaman selama di Jombang, KH Ferry Irawan pun mulai merintis Pondok Pesantren Mafaza di bawah kaki Bukit Sulap.
Spirit Tebuireng
Ulama jangan tidur. Ulama harus selalu terjaga, siang dan malam.
Demikian, pesan Hadratussyekh KHM Hasyim Asy’ari, pendiri Pesantren Tebuireng dan pendiri organisasi terbesar umat Islam di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU). Teguran keras tersebut pernah dilayangkan oleh Hadratussyekh secara tersurat melalui lembaran risalahnya.
Ulama harus bangkit dan selalu bangkit. Tidak boleh mati. Kalaupun mati, dia tidak akan mati.
Sebagaimana pernah dipesankan oleh KHA Musta’in Syafi’ie, “Setelah menyelesaikan satu pekerjaan, maka harus bergiat kembali.” Bergiat pada level yang lebih luas.
Dari bekal spirit Tebuireng tersebut, KH Ferry Irawan telah siap untuk memimpin NU Lubuklinggau. Sebagai kader penggerak, tugas berat akan menjadi ringan bila dijalani. Dengan mengharap berkah Tebuireng, kehadiran Hadratussyekh KHM Hasyim Asy’ari adalah keniscayaan. “Pesantren adalah NU kecil, NU adalah pesantren besar,” demikian pesan Almarhum Gus Dur, Presiden RI ke-4.