Muncul pertanyaan, mengapa ada peristiwa G30S? Apakah PKI benar-benar jahat dan kejam seperti di dalam film? Bagaimana jika PKI benar-benar memenangi percaturan politik?
Ideologi Kiri versus Ideologi Kanan
Ketika kolonialisme berakhir pasca-Perang Dunia Kedua yang ditandai dengan kemenangan lima negara besar, yaitu Rusia dan Blok Eropa Timur (dikenal dengan nama Uni Soviet), Republik Rakyat China (RRC), Inggris, Perancis, dan Amerika Serikat. Kelima negara besar tersebut masing-masing memiliki hak “kuasa” veto untuk menggagalkan suatu gagasan. Satu suara veto yang terlontar dari salah satu lima negara tersebut bisa menggagalkan semua rencana yang sebelumnya telah disepakati. Jadi, keputusan benar-benar harus bulat agar setiap keputusan Dewan Keamanan PBB dapat berjalan efektif.
Namun, setelah berakhirnya kolonialisme oleh negara-negara penjajah, imperialisme, bukan berarti lima negara tersebut bisa rukun dalam menata kemakmuran dunia yang dicita-citakan bersama. Lima negara tersebut kemudian terpecah ke dalam dua blok, Blok Barat yang dimotori oleh Amerika Serikat dan Blok Timur yang dimotori oleh Uni Soviet. Blok Barat yang mengusung ideologi kapitalisme dan Blok Timur yang mengusung ideologi komunis-totalitarianisme. Blok Barat berideologi Kanan dan Blok Kiri berideologi Kiri.
Indonesia yang tidak memihak kedua blok tersebut, kemudian mengusung blok atau poros ketiga yang dinamakan Blok Non-Blok. Dengan menggalang kekuatan suara yang sama dari negara-negara yang tidak terlibat pada salah satu dari dua blok tersebut, Presiden Soekarno melalui Konferensi Asia-Afrika menyatakan sikap jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, perang misalnya.
Indonesia bersama Ir Soekarno menolak dominasi salah satu ideologi dua blok tersebut. Dan, Indonesia sesuai dengan cita-cita bangsa menegakkan ideologi Pancasila, tidak hanya sebagai cara pandang hidup, way of life, lebih dari itu agar lepas dari polemik-polemik yang tidak menguntungkan dan merugikan bangsa besar.
Tinggal Landas
Namun, upaya negara-negara Blok Barat dan Blok Timur untuk merebut pengaruh dan menguasai kekayaan Indonesia terus berlangsung dengan menempatkan “antek-antek”nya. Secara formal, antek-antek tersebut mendirikan partai politik yang bernama Partai Komunis Indonesia (PKI). Dalam waktu cepat, DN Aidit mampu membawa PKI menjadi salah satu kekuatan politik di Indonesia setelah para pendahulunya beberapa kali gagal untuk menguasai Indonesia.
Pada peristiwa Gerakan 30 September 1965, G30S, yang kemudian disebut oleh Ir Soekarno dengan sebutan Gestok, kekuatan PKI mau “mengambil alih paksa” kekuasaan pemerintah Indonesia yang masih berada di dalam genggaman Ir Soekarno. Para kesatria yang setia melindungi Ir Soekarno yang dikenal dengan sebutan Tujuh Pahlawan Revolusi harus menjadi korban PKI. Melindungi ideologi Pancasila yang terancam.
Kekosongan kekuatan politik untuk melindungi Pancasila, satu-satunya ideologi yang sah di Indonesia, telah memunculkan sosok seorang Mayjen Soeharto. Berkat kerja keras dan kerja cerdasnya, dalam waktu singkat kekuasaan negara dapat dipertahankan dari rongrongan PKI pimpinan DN Aidit. Tonggak perjuangan Mayjen Soeharto untuk menyelamatkan Pancasila dikenang kemudian dengan sebutan Hari Kesaktian Pancasila, 1 Oktober 1965.
Memang, terdapat berbagai teori yang menyebutkan aktor dan dalang pelaku peristiwa G30S, namun kemunculan Mayjen Soeharto membuktikan Pancasila tetap eksis dan bangsa Indonesia masih menikmatinya hingga sekarang. Terlepas dari bukti-bukti teoretik tersebut. Bangsa Indonesia harus mampu tinggal landas untuk menjemput masa depannya lebih baik.