Jika melihat layanan pinjaman online (pinjol) yang memiliki banyak tawaran seakan kontras dengan keadaan sebenarnya di sepanjang pantai utara Pulau Jawa. Gubuk gubuk bambu masih seperti dulu meskipun terasa mulai sepi.
Di terminal Induk Pemalang. Berjejer bus bus siap meluncur. Tapi, penumpang masih juga sepi. Tak ada seliweran, tak keramaian. Yang terlihat, penjaga penjaga warung dan loket mulai lesu. Mungkin, salah satunya sudah ada jalan tol.
Tapi, jangan salahkan jalan tol. Ia memberi manfaat bagi kelancaran transportasi. Hanya kemiskinan seperti memang belum beranjak dari terminal Harjamukti. Hanya dengan bermodal lembaran lembaran karcis kosong, sekawanan calo mengerumuni satu orang penumpang. Seperti dulu dan mungkin masih kini, di terminal terminal besar pada umumnya yang menakutkan.
Di terminal Induk Pemalang, hampir tidak ada calo calo demikian, karena tak seramai terminal Cirebon atau terminal Kota Tegal.
Di terminal Induk Pemalang, penjaja penjaja memang lesu, karena penumpang yang sedikit. Siang itu, Senin, 8/8/2022, memang lengang. Tebu beterbangan setelah truk truk besar melintas dan terik sehingga mengaburkan pandangan objektif.
Bau minyak wangi yang sedikit anyir menyeruak ke rongga hidung. Memaparkan pemandangan pakaian pakaian dalam bergelantungan. Seorang ibu tua yang tampak jujur berjalan menggendong panganan panganan yang belum laku terjual. Ia melunglai dalam diam tanpa sapa. Satu dua bus keluar menuju arah Semarang. Kernet berteriak teriak, menawarkan deretan bangku kosong hingga paling belakang. Bus pun melaju setelah menyeberangi jalan Pantura.
Di mushola yang terletak di arah sisi selatan terminal, juga tampak kosong. Seperti sudah lama tak dipakai. Dua orang anak laki laki bergandengan tangan, mengambil tempat di kamar mandi. Panas yang terik. Udara serasa pengap. Dan, Terminal Induk Pemalang masih saja lengang.
Mungkin, karena siang. Sehingga orang orang malas bepergian. Atau, mereka biasa menghentikan bus jauh dari terminal karena sering tertipu atau merasa diperas oleh calo calo itu? Dan, layanan online memang seperti tidak berfungsi. Apes.
Ah, tidak. Tujuh puluh lima ribu rupiah yang diberikan kepada calo pengedar tiket kosong itu sudah diniatkan shodaqoh. Dan, kemiskinan itu memang seperti legal. Apakah benar dawuh Kanjeng Sunan Gunungjati (Ingsun titip tajug lan fakir miskin) berlaku efektif demikian untuk mengabadikan kemiskinan?
Ada pejuang kemiskinan berkata, “Semua ketimpangan sosial itu sebabnya kemiskinan! Perceraian, copet, maling, rampok, korupsi, teroris, anak anak terlantar karena kemiskinan!”