Ilmu bersifat universal untuk dipelajari, termasuk teologi dan kepercayaan. Jadi, tidak ada yang aneh seorang muslim yang lulus dari perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh sebuah yayasan Katolik, Kristen, Hindu, atau Buddha. Mengapa demikian?

Universalisme Perguruan Tinggi
Ketika seseorang memasuki sebuah fakultas di perguruan tinggi tertentu, ia sudah memiliki pandangan ideal tentang latar belakang agamanya. Sebab, bukan hanya kedewasaan, sebuah perguruan tinggi menjunjung tinggi objektivitas dan pelayanan. Di samping, urusan agama dan keyakinan adalah subjektivitas penganutnya.
Sebuah perguruan tinggi tidak memiliki kepentingan kepentingan ideologi atau keyakinan agama tertentu. Boleh dikatakan, bebas dari kepentingan. Kepentingan perguruan tinggi adalah ilmiah dan pengabdian pada masyarakat. Meskipun, tetap memiliki kepentingan, tapi kepentingan ilmiah di atas subjektivitas kepentingan kepentingan ideologi dan keyakinan. Oleh karena itu, dalam penulisan laporan laporan dan karya karya ilmiah tidak menggunakan bahasa bahasa subjektif yang menyertakan kata subjek pertama.
Dengan demikian, kepentingan perguruan tinggi adalah berdiri di atas semua pandangan pandangan golongan tertentu secara subjektif, melintasi ruang (tempat) dan waktu (zaman).
Penganut Hindu Lulus Cumlaude
Baru baru ini viral, seorang mahasiswi strata dua lulus dengan nilai sangat memuaskan di perguruan tinggi negeri Islam. Ada banyak pertanyaan, apakah ia belajar teologi Islam di sana? Bagaimana dengan keyakinan agama yang dianutnya?
Kembali kepada universalisme pandangan perguruan tinggi yang menjunjung tinggi objektivitas, seorang mahasiswa atau tim peneliti berhak untuk meneliti semua objek, baik yang terang maupun yang tersembunyi dan rahasia. Seorang peneliti harus membebaskan dirinya dari keyakinan keyakinan subjektif, bahkan untuk kasus kasus tertentu harus terlibat secara emosional (emansipatoris) terhadap objek yang diteliti. Misal, untuk meneliti agama Islam, seorang peneliti bisa atau menjadi suatu keharusan untuk turut terlibat dalam kegiatan kegiatan tradisi dan ritual yang diselenggarakan oleh umat Islam. Begitu pula, untuk tradisi tradisi agama atau adat istiadat tertentu lainnya.
Kemajuan umat Islam Nusantara dalam meratifikasi ajaran Islam ke dalam tradisi dan budaya telah menarik perhatian banyak peneliti dunia, mulai dari akademisi akademisi Amerika, Eropa, Jepang, maupun kalangan Asia Tenggara sendiri. Martin Van Bruinessen, peneliti Belanda, menulis buku Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat (1995). Buku tersebut ditulis secara emansipatoris terhadap kehidupan dan ritual umat Islam.
Mahasiswi yang baru baru ini viral diisukan terlibat dalam penelitian ilmiah agama Islam. Karena, kuliah di perguruan tinggi Islam.
Padahal, perguruan tinggi menjunjung tinggi objektivitas ilmiah, apalagi program studi yang diambil adalah manajemen. Satu program studi umum seperti pada perguruan perguruan tinggi lainnya.
Dan, karena kepentingan ilmiah, tidak sedikit, umat Islam yang belajar filsafat di perguruan perguruan tinggi Katolik, karena lebih maju di bidang itu. Begitu pula, teknologi mesin bisa ke Jerman atau Rusia. Maka, tidak sedikit pula, umat Islam yang belajar ilmu tafsir di Jerman, karena ilmu tafsir lebih maju di sana.