Kegandrungan Hadratussyekh KHM Hasyim Asy’ari terhadap Para Penghafal Al Quran
Hadratussyekh KHM Hasyim Asy’ari dikenal sangat gandrung terhadap orang orang yang hafal Al Quran. Waqila, saking senangnya, Beliau seringkali menunjuk santri santri yang hafal Al Quran untuk menjadi imam tarawih setiap bulan Ramadhan di Pesantren Tebuireng. Bahkan, keinginan Beliau untuk memiliki keturunan yang hafal Al Quran pun sangat tinggi. Hal ini dibuktikan dengan anak Beliau yang bernama Muhammad Yusuf Hasyim, yang dipondokkan di daerah Sidayu, Gresik, untuk menghafalkan Al Quran, tetapi tidak berhasil. Alih alih menghafal Al Quran, Kiai Yusuf Hasyim malah lebih tertarik menjadi seorang pejuang “Laskar Hizbullah” dan ikut mengusir penjajah dari tanah air.
Hingga suatu hari, Hadratussyekh mendengar ada seorang santri yang fasih membaca Al Quran ketika menjadi imam sholat tarawih. Bacaannya begitu tartil, jelas huruf hurufnya, fashih lahjah bacaannya, dan enak didengar. Maka dipanggillah salah seorang santri pengurus pondok, “Nak…, sopo sing ngimami iku maeng?” tanya Hadratussyekh.
Santri pengurus pondok pun segera mencari tahu santri yang dimaksud. “Kadose lare Kertosono Mbah Kiai,” jawabnya.
“Oh, nggak mungkin,” spontan Hadratussyekh menjawab karena yakin tidak ada kiai di daerah Kertosono yang ahli Quran. Bacaan seperti itu pasti kiblat dunia. “Delokno sik sopo sing ngimami maeng!” suruh Hadratussyekh kembali.
Akhirnya, kang santri pengurus pondok mencari tahu lagi dan memastikan informasi yang didapat. “Niki Mbah Kiai, naminipun Yusuf lare Tuban,” ucap kang santri.
“Nah, lek Tuban mungkin…,” jawab Hadratussyekh.
Akhirnya, dipanggillah Yusuf ke ndalem. Santri dari daerah pesisir Utara yang mampu menarik perhatian Hadratussyekh dengan bacaan Al Qurannya. “Kulo muride Kiai Husen Jenu Tuban, Mbah Kiai,” ucap Yusuf mengenalkan diri.
Santri yang bernama lengkap Muhammad Yusuf Masyhar itu pun kemudian diajak Hadratussyekh ke dapur ndalem. “Mbok…, mulai mene, Yusuf iki ingonono,” artinya dikasih daharan lah, “Mangane wes melu ndalem ae,” pinta Hadratussyekh.
“Enggeh, kiai,” jawab si mbok ndalem, khadim bagian urusan perdapuran.
Mulai saat itu, Yusuf Masyhar menjadi santri yang istimewa. Ia mendapatkan tempat khusus di hati Hadratussyekh Hasyim Asy’ari. Ada semacam harapan dan keinginan tersirat dari sikap dan perhatian Hadratussyekh kepadanya. Harapan dan keinginan yang lebih mulia dari sekadar memuliakan Al Quran dan penghafal Al Quran. Harapan dan keinginan yang akan meluber keberkahannya di Tebuireng dan sekitarnya.
ٱلَّذِى بَٰرَكْنَا حَوْلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنْ ءَايَٰتِنَآ
Disarikan dari ceramah KHA Musta’in Syafi’ie dalam Halal bi Halal pada tanggal 5 Mei 2024 di Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an, Tebuireng, oleh Ibrahim Al Hakim, Bagian Pertama.