0
———————————–
Tepat pada hari Sabtu, pukul 11.00, pamanku, Asnadi, mengatakan ” Bang Fajar, bukankah sangat terlalu arogan untuk mengatakan tuhan tidak ada sedangkan pengetahuan kita saja belum sepenuhnya kongkrit secara luas. Bahkan, mekanika quantum itu sendiri aslinya gak bisa disebut sains, karena sulit diprediksi.”
Saya pun menjawab, ” Mekanika quantum bukan sesuatu mekanika yang bisa kita paksa secara kontruksi akal untuk bisa diprediksi, melainkan hanya bisa ‘diketahui’, bukan diprediksi. Mekanika quantum itu seperti nomor togel dan scater dalam judi slot, yang sulit ditebak walaupun Anda membuat rumus berjilid jilid. Begitupun ranah quantum, itu sesuatu yang acak.
Jadi ada suatu mekanika di mana sistemnya memang pada dasarnya bekerja begitu, acak dan sulit diprediksi. Apa sih yang sulit diprediksi?”
Mekanika quantum sulit diprediksi karena fenomena di tingkat partikel subatomik seringkali tidak dapat diprediksi dengan presisi mutlak.
Karena konsep seperti superposisi, di mana partikel dapat berada dalam beberapa keadaan sekaligus, dan ketidakpastian Heisenberg menyebabkan tantangan dalam menentukan posisi dan momentum partikel secara simultan. Ini memunculkan interpretasi yang berbeda dan menyulitkan prediksi yang akurat. Itulah kenapa dalam mekanika quantum sangat mendukung prinsip “kebetulan”.
Fenomena dalam mekanika quantum, seperti dekohesi, superposisi, dan ketidakpastian, seringkali memberikan kesan kebetulan. Misalnya , dalam eksperimen pengukuran apapun, hasilnya bisa bergantung pada probabilitas dan interaksi dengan pengamat, memberikan kesan bahwa hasilnya acak atau kebetulan. Konsep ini menantang pandangan deterministik klasik tentang alam semesta, dan mekanika quantum telah memperkenalkan gagasan bahwa kebetulan adalah bagian integral dari dunia quantum.
Jadi, apa yang kalian lakukan selama ini seperti yang kalian anggap keberuntungan atau kesialan, atau rencana tuhan. Itu adalan serangkaian dari kebetulan yang terjadi sebelumnya. Sulit sekali untuk mengatakan bahwa sebagian besar kehidupan Anda itu tidak didominasi oleh serangkaian kebetulan.
Anda merencanakan untuk jalan jalan di pesisir pantai karena kebetulan Anda lahir dan besar di situ. Anda tidak sengaja melihat beberapa kompleks perumahan yang bagus, dan masih baru. Sejak saat itu, Anda mulai merencanakan untuk menabung uang, supaya bisa membayar DP rumah. Dan, sisanya Anda bayar secara kredit, karena kebetulan Anda juga sudah diterima kerja di perusahaan yang cukup memberi gaji besar. Ini adalah serangkaian dari kebetulan kebetulan yang terjadi sebelumnya, lalu dari kebetulan tersebut Anda mulai menciptakan beberapa rencana ke depan.
Dan rencana Anda ke depan itu menentukan kebetulan kebetulan selanjutnya. Artinya, rencana rencana yang kalian rencanakan selama ini adalah hasil dari kebetulan juga. Belum lagi, tentang superposisi itu sangat rumit sekali. Dan, itu memang sudah sewajarnya.
Kalau Anda justru malah menyamakan tuhan dengan prinsip quantum sehingga Anda berfikir bahwa tuhan pun sama seperti quantum sulit dijangkau/diketahui/diprediksi. Justru, itu tak masuk akal. Karena, sejak awal, tuhan itu telah mendapat definisi bahwa dia memiliki sifat sifat.
Jangankan mau disamakan dengan prinsip quantum. Biarpun anda menganalogikan tuhan dengan angin yang tidak terlihat pun itu gak lojik. Karena, sejak awal, kita semua tahu bahwa angin gak bisa ngomong, gak bisa mikir. Jadi, analogi seperti ini tidak bisa digunakan. Kalau sejak awal, bahwa angin itu diyakini bisa ngomong dan bisa mkir, justru orang gak akan percaya lagi dengan angin yang seperti itu. Begitu pun keyakinan terhadap tuhan.
Belum lagi ada dalil yang mengatakan bahwa tuhan tidak seperti ciptaanya atau tuhan itu tidak seperti yang ada. Ya, artinya tuhan tidak ada. Karena, semua yang ada itu bukan tuhan. Jadi, terlepas hal hal yang belum kita ketahui, sekarang ataupun nanti. Artinya, kita sudah tahu bahwa apa yang belum kita ketahui dan akan kita ketahui bukanlah TUHAN. Jadi, sampai kapanpun tuhan memang tidak ada.
Cukup bisa dipahami?