Seluruh makhluk di dunia memiliki dua sisi. Sisi jasmani dan ruhani. Jika tubuh adalah jasad, maka ruh adalah ruhaninya. Jika komputer adalah sebuah tubuh, maka prosesor adalah ruhnya. Semuanya saling melengkapi, namun ruh itu, adalah pusatnya.
Al Quran turun tanpa bentuk apapun. “Ia” hanya datang kepada Rasulullah Saw, lalu kemudian disampaikan oleh Beliau, dengan perkataan dan nyata dalam perilaku Beliau sehari-hari. Maka, sejatinya, Quran itu berwujud dalam bentuk “ruh”.
Zaman mungkin bisa terlihat lebih baik, ketika kita banyak melihat anak didik yang terlihat mudah dalam menghafal Al Quran. Lembaga tahfidz menjamur. Gairah orangtua dalam memasukkan anaknya ke sekolah yabg berorientasi tahfidz pun juga meningkat tajam. Namun, semakin hari, kasus demi kasus yang terjadi dalam keluarga, semakin mengenaskan. Anak membunuh orangtua, ataupun sebaliknya. Hal ini secara tidak langsung mencerminkan, nilai nilai Qurani manusia mungkin baru sebatas “jasad” saja, dan belum mencapai ke “ruh”nya.
Orangtua bangga ketika anaknya diwisuda tahfidz, namun hal itu dicapai dengan mencaci, mendesak guru, dan lembaganya untuk segera meluluskan. Atau juga, anak sudah mahir mengaji dan menghafal, tapi lisannya masih mudah merendahkan temannya. Dan, juga ada, seorang yang sudah mutqin pun, ternyata lisannya juga mudah merendahkan hafidz lain yang tidak kunjung lancar hafalannya. Kasus-kasus ini adalah sebagian kecil bukti bahwa Al Quran hanya dicapai secara jasadiah saja, bukan menjadi ruhaniah- yang mengejawantah menjadi sebuah perilaku.
Jika boleh berumpama, maka sifat Al Quran hanya berhasil diinstal dalam kehidupan, namun gagal total atau bahkan tidak pernah digunakan dalam sebuah bingkai sistem kehidupan. Bayangkan, bagaimana sia sianya aplikasi yang sudah di nstal, namun tidak digunakan atau bahkan tidak dibuka sama sekali.
Sedikit banyak, namun perlahan, maka benarlah dulu para sahabat tak ingin buru buru menghafal atau memahami Al Quran, jika belum mampu mentransformasikan dalam perilaku sehari hari mereka. Toh, Al Quran juga turun tidak sekaligus, yang berarti, Al Quran bukan untuk dipakai dengan cepat, secepat pelatihan atau metode cepat baca Al Quran itu.
Tugas utama Al Quran yang sebagai mukjizat itu memang tidak mudah dipahami. Karena l, jika sudah memahami kenapa Al Quran menjadi mukjizat, maka akan banyak keajaiban yang terjadi dalam hidup manusia. Jadi, sudah sejauh mana Al Quran itu hadir dalam kehidupan kita? Sebatas seremonial belaka ataukah sudah mendarah daging dan sudah menjadi ruh kehidupan kita?