Menjelang ibadah sholat Jum’at, 31/5/2024, K.H. Ahmad Syauqi Ma’ruf Amin atau akrab disapa Kang Haji tiba di Talun, Cirebon. Kunjungan dimaksud untuk menyambung tali silaturahim dan ziarah ke maqbarah Ki Kuwu Sangkan Pangeran Cakrabuana. Uwak sekaligus mertua Sunan Gunungjati. Mbah Kuwu Sangkan adalah otorita pertama yang mendapat mandat untuk membuka daerah Cirebon atas dawuh Ki Gedeng Alang Alang hingga menjadi kerajaan.
Menarik benang sejarah yang dilakukan oleh Kang Haji adalah karena Banten masih memiliki pertalian darah dengan Cirebon.
Dalam kunjungan ke Cirebon tersebut, Kang Haji didampingi oleh K.H. Uki Marzuki, pengasuh Pesantren Sukunsari, dan beberapa kiai yang tinggal di Cirebon dan Kuningan.
Dalam diskusi singkat antarkiai tersebut didapat beberapa poin, terutama berkaitan dengan spiritual dan tradisi.
Dalam kasus spiritual, modernisasi di berbagai belahan dunia telah membawa dampak negatif yang luar biasa bagi kehidupan manusia. Kemajuan teknologi tidak serta merta menjamin manusia akan lebih baik. Sehingga landasan spiritual menjadi sangat penting sebagai energi penggerak. Menjadi modern bisa berarti manusia siap menjadi stres, baik sengaja oleh aturan aturan yang dibuat maupun tidak sengaja oleh kemudahan fasilitas media sosial.
Sementara kasus dalam tradisi adalah dampak modernisasi telah membawa kepada perubahan sosial. Perubahan tersebut terutama pada perilaku sosial yang cenderung materialistik. Sehingga manusia mulai hilang kesadaran subjektifnya sebagai manusia yang tenggelam dalam objektif.
Oleh karena itu, kesadaran revitalisasi atas situs situs sejarah dalam menjaga kelestarian sejarah dan tradisi bukan berarti merawat masa lalu, melainkan cara dalam merawat kesadaran subjektivitas manusia kini dan di sini.
Jika pelestarian tradisi berziarah hanya mementingkan materi misalnya akan menjadi ajang bisnis an sich, maka keberkahan sebagaimana dikenal dalam tradisi pesantren akan hilang. Polemik dan konflik yang muncul pun akan tumbuh secara silih berganti.
Upaya upaya pengelolaan dan perawatan situs makam bersejarah di Banten dapat menjadi contoh. Sebagaimana pengelolaannya telah diserahkan kepada parakiai. Parakiai tersebut yang akan secara kontinu dapat menghidupkan spiritualitas sekaligus materialnya. Sementara pihak keraton memerlukan diri untuk melestarikan tradisi tradisi keraton.
Mendengar penuturan demikian, Kang Haji sangat antusiasme. Sebagai tokoh, setidaknya, mewakili pihak pemangku adat dan tradisi merasa terpanggil. Secara garis keturunan, Kang Haji yang putera Wapres ini, merasa terpanggil untuk turut melestarikan kesadaran subjektivitas masyarakat melalui tradisi, terutama masyarakat Banten. Sehingga ajang silaturahim dan ziarah kepada tokoh tokoh dan sesepuh masyarakat Cirebon dan makam Mbah Kuwu Sangkan adalah dalam rangka membangun kesadaran subjektif tersebut. Bagaimana pun, kemajuan modernitas di dunia telah membawa petaka dan tragedi kemanusiaan. Jika tidak diimbangi dengan kesadaran subjektivitas, maka akan hilang pula eksistensi manusia di tengah tengah keramaian dunia.
Dan, sumbang saran dan pikiran datang pula dari Rektor Universitas Muhammadiyah Cirebon (UMC), Arif Nurudin MT. Pertemuan akrab yang diisi dengan guyonan ala santri itu menjadi sangat berkualitas. Arif bercerita pengalamannya selama mengunjungi China. Bagaimana industri industri besar sebagaimana pesawat terbang dapat menjadi industri rumahan alias UMKM. Jadi, inovasi di bidang industri sudah dapat dilakukan oleh masyarakat luas.
Oleh karena itu, kerjasama antara NU dan Muhammadiyah, dua organisasi besar di Indonesia, menjadi sangat penting. Di satu sisi, Muhammadiyah sudah maju di bidang pendidikan sekolah dan universitas, maka di sisi lain NU sudah maju di bidang pesantren dan pengelolaan sumberdaya manusia. Dua hal ini, jika digabungkan akan sangat dahsyat hasilnya.
Disinggung mengenai pencalonannya untuk maju pada pemilihan gubernur Banten pada Oktober 2024 mendatang, dengan rendah hati Kang Haji menjawab: apa kata orang tua, yang muda mengikuti saja. “Saya junior,” tegasnya sembari melempar senyum.