Ketika pemilihan suara sudah melalui voting, maka sejak saat itu pula demokrasi menjadi angka.
Masa Orde Baru
Penamaan yang jelas untuk sebuah fase pemerintahan di Indonesia adalah “Orde Baru”, Adapun istilah “Orde Lama” adalah fase ciptaan Orde Baru. Bung Karno sendiri menyebutnya sebagai “Revolusi”. Sementara “Reformasi” menjadi perdebatan, apakah diartikan sebagai sebuah gerakan perubahan atau sebuah orde?
Pembahasan sebuah orde dalam buku buku sejarah lebih kepada tataran normatif daripada kepada mekenisme. Apakah benar pada masa Orde Lama, Pemilihan Umum (Pemilu) benar benar demokratis dengan tanpa implikasi? Implikasi demokrasi tentu dari segi aspek cost politic dan money politic, terutama ketika Pemilu mulai tampak sangat liberal pada masa masa belakangan ini.
Pada masa Orde Baru, solidaritas dan faniatisme politik benar benar diuji. Karena, resistensi yang didukung kuat oleh totalitas telah menunjukkan loyalitas yang besar. Biaya Pemilu dapat ditekan karena dapat dihasilkan melalui peran solidaritas dan soliditas ini. Selain itu, pemilihan kepala negara masih melalui mekanisme perwakilan sehingga cost politic dapat ditekan, meskipun money politic tetap tak dapat dihindari melalui lobi lobi kursi dan fraksi.
Pasca Orde Baru
Era ini belum menemukan bentuknya, meskipun sebagian pakar menyebutnya era Orde Reformasi.
Pada awal Reformasi keadaan masih stabil dalam euphoria politik, karena merasa baru lepas dari resistensi Orde Baru. Rakyat baru merasakan kebebasan. Sehingga muncul beragam kreativitas dari segala bidang, terutama dalam membuka kran baru bagi pembiayaan pembiayaan pembangunan.
Namun, sekali lagi, tataran politis hanya berbicara pada level level normatif saja. Tidak pada tataran mekanisme. Hal ini diindikasikan dengan kemunculan kejutan kejutan tak terduga. Termasuk, pemenang Pemilu.
Pengamat menyebut era ini sebagai masa transaksional, ketika permainan suara demokrasi sudah sangat matang dihitung jumlah dan nilainya. Ibarat usaha dagang jika melalui koperasi, maka suara suara demokrasi dapat dihitung secara rinci perkepala. Sehingga nilai dan jumlah harga satu kursi dapat dirinci banyaknya kebutuhan biaya. Isu jauh dari api. Karena, api politik bekerja sendiri di alam bawah sadar atau melalui operasi senyap. Namun, kekuasaan korporat besar membutuhkan modal besar akumulatif. Dibutuhkan seorang juragan yang mampu menarik modal tanpa diketahui jejaknya. Memang, pada era ini, tiap suara sudah dihargai dengan nilai tukar uang. Tidak ada suara yang gratis kecuali diberikan secara sukarela. Semua “sudah dikunci” menurut istilahnya.
Ayo berhitung dan dari manakah akan memulai?