Di dalam salah satu keterangan di YouTube, Ustad Firanda Andirja berkata, kalau paham sufi itu sesat. Kalau Wihdatul Wujud itu sesat.
Singkat kata, pandangan Ustad demikian karena pendek akal.
Tidak Terlalu Njelimet
Bagi kalangan awam, mungkin harus njelimet membuka dan membaca kitab-kitab karya Syekh Al Akbar Ibnu Arabi (1165-1240 Masehi) yang menerangkan konsep Wihdatul Wujud. Bersatunya Tuhan dan hamba. Atau, bersatunya Allah dengan makhluk dan alam semesta. Tapi, perkara tersebut sebenarnya sangat sederhana untuk dipahami. Tidak njelimet (rumit) dan susah.
Setidaknya, paham ini jauh lebih baik daripada jiwa kosong sama sekali sehingga lupa segalanya kepada Sang Maha Pencipta.
Hakikat Wihdatul Wujud adalah realitas dan rasional. Karena, Allah dan alam semesta itu tak terkatakan. Kalau hakikat Allah terkatakan, terdefinisikan, berarti bukan Allah lagi. Karena, Allah sudah dan mudah didefinisikan. Padahal, Allah tak bisa didefinisikan.
Karena kesederhanaan konsep Ibnu Arabi ini, maka dalam waktu singkat orang-orang di Nusantara memeluk Islam.
Sebelum Islam datang, masyarakat Nusantara sudah beragama. Mereka merasakan kehadiran Tuhan dalam wujud yang ghaib dan nyata. Pada keyakinan ini, konsep Wihdatul Wujud dapat masuk ke dalam realitas hidup masyarakat Nusantara.
Konsep Wihdatul Wujud ini sebenarnya sudah dibahas oleh semua ulama sufi. Hanya lebih panjang lebar di dalam karya Ibnu Arabi. Imam Al Ghazali (wafat 1111 Masehi) juga sudah menyinggung hal itu.
Alam semesta ini harus bisa dijelaskan dengan akal dan rasional sehingga Islam tidak dihadirkan dalam ketahayulan.
Islam dapat menjelaskan ilmu-ilmu pengetahuan bekerja, mendekatkan diri, dan menghadirkan Allah Taala wa Subhanah.
Makna Kehadiran
Tuhan hadir di mana-mana secara hakikat. Orang sufi merasa Allah hadir dan mengisi
kekosongan hati. Apakah ini dibilang sesat? Makhluk lain seperti petir bertasbih, apakah salah jika Al Quran menyebutkan petir, makhluk Allah, bertasbih? Padahal, sudah jelas Allah Taala berfirman; يسبح الرعد, petir telah bertasbih memuji Allah (Al Ra’d: 13).
Mengajak berpikir rasional: Allah itu ada.
Jika dikatakan الله فى جبتى، Allah ada di bajuku, bukan berarti Allah bertempat di dalam bajuku. Tapi, sebutkanlah baju itu pemberian Allah! Allah telah menutup auratku. Pada hakikatnya, Allah Maha Pemberi. Dan, seterusnya. Pada hakikatnya, لاحول ولا قوة إلا بالله. Manusia tiada daya, tiada upaya. Tidak ada yang ada selain Allah.
Pada tingkatan ini, manusia disuruh melihat realitas. Tidak mengandalkan amal semata untuk masuk ke sorga. Allah bersama-sama di dalam membangun realitas. إن الله معنا (Al Taubah: 40). Dari sini, mulai dari orang awam sampai orang yang khusus dapat memahami dan merasakan kehadiran Allah. Tidak harus menunggu alim dulu, pintar dulu, baru mengenal dan merasakan kehadiran Allah.
Kesimpulan terhadap ceramah Ustad tersebut, pertama, mengajak umat Islam Indonesia menjadi pendek akal untuk tidak merasakan kehadiran Allah. Kedua, gampang menyesatkan pihak lain dengan merasa diri paling tidak sesat. Ketiga, manusia Nusantara/Indonesia sudah sangat cerdas dan pintar untuk digurui.
Ngawi, 4 Mei 2022.