Rasulullah Saw mengingatkan kita dalam sabdanya;
الا ان في الجسد مضغة, اذا صلحت صلح الجسد كله, واذا فسدت فسد الجسد كله, الا وهي القلب
“Ketahuilah bahwa di dalam tubuh terdapat segumpal darah, jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh itu, dan jika dia rusak maka rusaklah seluruh tubuh itu. Ketahuilah bahwa segumpal darah tersebut adalah hati.”
Hadis di atas mungkin sering kita dengar. Kebanyakan kita lebih sering memaknainya dengan sebuah makna yang “dhohir” saja. Padahal, jika kita mau lebih “memaknai” dengan lebih dalam, ada banyak hal yang bisa ambil pelajaran darinya.
Berawal dari suatu siang, saya mampir ke sebuah resto. Tidak terlalu besar lokasinya. Tapi, cukup nyaman lingkungannya. Ketika waktu salat telah masuk, maka berjalanlah saya menuju musholla.
Seperti musholla pada umumnya, kecil. Hanya cukup mungkin dua atau empat jamaah. Tapi bersih. Dingin karena memang ber-AC. Semua peralatan salat disiapkan. Tempat wudhu juga kecil, tapi terlihat sudah disiapkan dengan baik. Bahkan, tempat duduk orang yang akan melepas sepatu sudah disiapkan. Cakep. Dan, terlihat pengelolanya begitu peduli akan orang yang ingin beribadah di sana.
Tempat yang lain, resto juga sebenarnya, berlaku sebaliknya. Parkiran luas. Berada di pinggir jalan besar. Tempat terlihat lebih luas. Bahkan bisa menampung banyak pengunjung. Namun, yang saya temui adalah tempat salat yang mungkin lebih besar dari yang saya temui di atas, tapi kondisinya kotor. Berdebu dan sarang laba-laba dimana mana. Sajadah dan alat salat seadanya. Sebagai muslim yang akan salat di situ, mungkin akan berpikir dua kali untuk datang ke sana.
Kedua ibrah resto itu, seperti halnya kehidupan manusia. Jika boleh saya mengumpamakan, resto adalah segala pencapaian kita di dunia, maka musholla adalah hati di mana tempat ilmu agama seseorang bersemayam.
Semakin bersih hatinya-mushollanya, maka seseorang itu akan lebih mudah dicintai Allah dan makhlukNya. Tidak terlihat megah di luar, tapi hatinya membuat dingin semua orang.
Sebaliknya, di zaman serba instan ini, bahkan agama pun ingin dicapai dengan instan. Temuan saya terbaru, seseorang dengan mudah mencaci Ibu Retno Marsudi yang sedang bercerita kebiasaan beliau dalam berpuasa sunnah senin kamis, namun dibalas dengan komentar, “Percuma puasa, kalau tidak berjilbab,” katanya. Agama seperti sebuah hal yang terlepas dari busurnya. Mudah mencaci, padahal sejatinya Rasulullah Saw tak pernah mengajarkan demikian.
Jadi, rawatlah tempat bersujud hatimu sebersih mungkin. Biarkan Allah yang menilainya. Dan, tampilan luarmu-pencapaianmu, cukup di luar saja, tidak sampai merusak tempat khususmu utk menemui tuhanmu.
Surabaya,
12:24
Bratang.