Bangsa kita itu sejak dahulu kala, sudah pandai membaca dan menulis, apa buktinya? salah satu buktinya adalah adanya prasasti.
Penulis prasasti disebut citralekha, tentu penulisnya merupakan cerdik cendekia, salah satu penulis prasasti yang karyanya mempunyai unsur keindahan lebih adalah Raja Airlangga, Raja yang bukan hanya pandai namun juga sangat menyukai keindahan.
Tradisi menulis tumbuh di lingkungan pelajar di istana atau di mandala (Keguruan/kadewaguruan), yakni tempat kediaman komunitas sisya (siswa) belajar pendidikan keagamaan, dalam perjalanan sejarah bangsa ini, selanjutnya komunitas belajar ini berlanjut dengan istilah pesantren, sistem pendidikan tertua yang dimiliki bangsa Indonesia.
Prasasti merupakan sumber sejarah primer, berkat prasasti, kita memiliki bukti otentik dari masa lalu yang sangat berguna bagi kehidupan bangsa dimasa sekarang.
Benda warisan masa lalu yang membuat negeri penjajah terkagum-kagum, banyak prasasti bangsa kita yang berada di luar negeri, sebut saja Prasasti Sangguran yang berada di Skotlandia dan prasasti Pucangan yang berada di India.
Prasasti yang saya kunjungi ini adalah Prasasti Cunggrang, yang terletak di Dusun Sukci Desa Bulusari Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan, sebuah prasasti yang sangat berarti bagi masyarakat Pasuruan, karena penanggalan yang terdapat di prasasti ini digunakan sebagai acuan hari jadi Kabupaten Pasuruan.
Prasasti Cunggrang ini dibuat oleh Mpu Sindok, sang Pendiri Wangsa Isyana Kerajaan Medang (Mataram Kuno Periode Jawa bagian Timur) pada tanggal 18 September tahun 851 Saka atau 929 Masehi.
Berarti usia kabupaten yang dipimpin oleh Gus Isyad Yusuf ini sudah berusia 1093.
Tidak hanya menuliskan tentang penanggalan, prasasti ini memuat banyak informasi salah satunya menetapkan Desa Cunggrang sebagai tanah sima atau perdikan, merubah setatusnya dari desa biasa menjadi desa istimewa yang bebas pajak, tugas penduduk untuk menjaga sumber air dan tempat pertapaan serta beberapa “sabda”.
Orang dahulu sudah mempunyai upaya untuk mengabadikan sebuah peristiwa kepada generasi setelahnya, agar bisa menjadi pembelajaran hidup.
Bagaimana dengan kita? sudahkah kita mempunyai rencana mewariskan sesuatu yang berharga bagi penerus kita?