Ia harus membesarkan adik-adiknya. Sebagai seorang santri, pesantren telah memberi pengajaran yang besar bagi Haji Uki Marzuki (lahir 12 Pebruari 1975). Ia menitipkan adik-adiknya di pesantren yang sama, sembari ia tetap mengabdi dan bekerja setelah menyelesaikan sekolah tingkat menengah.
Semua Allah yang Atur
Terlahir sebagai anak pertama telah menempa dirinya memikul tanggung jawab sebagai sosok seorang pemimpin. Terutama, sejak ia ditinggal mati ayahnya pada tahun 1999. Ia dihadapkan pada situasi yang sulit sehingga sempat menjadi santri santunan. Santunan tersebut diberikan oleh Pondok Pesantren Madrasatul Quran Tebuireng Jombang bagi santri-santri yang tidak mampu secara ekonomi.
Ia harus membesarkan adik-adiknya. Sebagai seorang santri, pesantren telah memberi pengajaran yang besar bagi Haji Uki Marzuki (lahir 12 Pebruari 1975). Ia menitipkan adik-adiknya di pesantren yang sama, sembari ia tetap mengabdi dan bekerja setelah menyelesaikan sekolah tingkat menengah.
Sangat diuntungkan, Pondok Pesantren Madrasatul Quran sejak berdiri senantiasa memberi toleransi kepada santri-santri yang tidak mampu. Pesantren tersebut didirikan oleh salah satu cucu menantu Hadratus Syekh KHM Hasyim Asy’ari, KH M Yusuf Masyhar. Kiai Yusuf demikian panggilannya pada mula ia memulai usahanya “mblantik” berdagang sapi dari Jombang ke Jakarta. Namun, usaha tersebut tidak mengantarkannya menjadi sosok pebisnis sukses. Ia yang diangkat menjadi menantu oleh Hadratus Syekh, karena ia seorang penghafal Al-Quran. Sementara Hadratus Syekh sangat mencintai orang yang hafal Al-Quran. Sementara kakak isterinya, KH Abdul Hamid Baidlowi, adalah seorang pebisnis yang sukses. Ia mendirikan pabrik baja di Jakarta. Melihat usaha bisnis Kiai Yusuf tidak berhasil, ia pun meminta Kiai Yusuf berhenti berbisnis dan mulai istiqamah mengayomi santri. Bak pepatah Latin mengatakan ora et labora. Berdoa sembari berusaha. Keduanya saling mendukung. Kiai Hamid sukses sebagai pebisnis baja di Jakarta, sementara Kiai Yusuf sukses sebagai kiai yang memimpin pesantren penghafal Al-Quran terbesar di Indonesia. Setiap bulan, Kiai Hamid mengirim biaya pembangunan pesantren, sekaligus donasi bagi santri-santri yang menghafal Al-Quran kepada Kiai Yusuf.
Haji Uki demikian ia disapa sebetulnya bukan dilahirkan dari keluarga yang tidak mampu sepenuhnya secara ekonomi. Ia adalah salah satu cucu iringan KH Idris Kamali, menantu Hadratus Syekh yang terkenal digdaya, disegani, dan alim di Tebuireng. Ia kepala keamanan Hadratus Syekh, sekaligus pewaris kharisma Pondok Pesantren Sukun Sari. Pesantren tertua di Cirebon. Sehingga dengan bekal ini, Haji Uki sebetulnya mampu mendapatkan hak istimewa (previllage) sebagai keluarga pesantren. Namun demikian, panggilan jiwa tidak membuat dirinya hidup bermanja. Tanggung jawab memanggil. Bermula dari tempaan ayah dan ibunya sebagai pebisnis kue di kota Cirebon, jiwa wirausaha telah mendarah daging pada dirinya.
Karirnya sebagai seorang organisatoris memang tidak pernah diduga. Tempaan belajar organisasi sejak di pesantren Tebuireng tidak serta menempatkannya pada sebuah posisi strategis organisasi. Ia menikah sebelum ”boyong” dari pesantren. Sembari berbisnis pakaian atau kue yang diambil dari Cirebon, ia mengajar di pesantren Sunan Ampel Jombang. Lima tahun ia menjalani dengan ketekunan.
Sepulang dari Jombang, Haji Uki tidak langsung pulang ke Cirebon. Ia beranjak ke Bandung dan mengajar di sana. Istrinya, Annisa, tidak menuntut ia menjadi seorang pebisnis tulen. Rasa pengabdian dan kepeduliannya pada pendidikan telah memunculkan sikap yang qanaah dan istiqamah dengan mengharap rida dan keberkahan.
Setelah tiga tahun di Bandung, H Uki pulang ke Cirebon dan membantu mengajar di Pesantren Babakan Ciwaringin, pesantren keluarga dari pihak ibunya. Bersama KH Lukman Hakim, menantu KH Syaerozie, ia merintis sekolah dan perguruan tinggi. Maka, tak berapa lama, ia pun dipercaya Kang Lukman, demikian biasa disapa, sebagai Puket I Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Al-Biruni di Babakan dan direktur pendidikan di Yayasan Pesantren.
Perjalanannya memang terjal dan berliku, karena Pesantren Babakan Ciwaringin adalah pesantren yang masih memakai pola tradisional. Haji Uki dan Kang Lukman yang pernah sama-sama nyantri di Pesantren Tebuireng dengan pola yang cukup maju telah memberi pengalaman untuk melakukan pembaruan pendidikan di Babakan. Ia membuka kran-kran relasi ke luar dan berhasil. Hal ini terlihat pada pembangunan perguruan tinggi yang penuh perjuangan. Karena STID adalah satu-satunya perguruan tinggi di Babakan. Di dalam perjuangan ini, cercaan dan caci maki terus mendera. Seorang muda dengan keberanian tidak jarang harus berhadapan dengan pandangan-pandangan kritis dari tetua di Babakan. Namun, Haji Uki dan Kang Lukman terus membuka langkah-langkah inovatif bagi kemajuan pesantren.
Sikap tulus dan ikhlas yang dibangun olehnya, serta berbagai ujian yang dihadapi dalam menghadapi proses itu telah mengantarkannya pada posisi orang penting kedua di Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) PBNU. Lembaga di bawah naungan PBNU yang membidangi masalah seni dan kebudayaan. Tuhan agaknya telah memilih dirinya tidak cukup untuk berkiprah di pesantren saja. H Uki terus berinovasi dengan mengembangkan hobinya melalui pembuatan film. Sinematografi. Ia belajar menggarap film. Dimulai dari film dokumenter Mujahidin 05 (2010), Perjuangan Kaum Sarungan (2011), Saidah Saini (2012), Tarling is Dearling (2014), hingga film populer seperti Kalam-kalam Langit (2016).
Di sela-sela kesibukannya sebagai pengurus pesantren, perguruan tinggi, dan Jam’iyyatul Qurra wal Huffadh (JQH)—organisasi penghafal Al-Quran di bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU) di Cirebon, serta sekretaris Lesbumi PBNU, H Uki tidak berhenti berbisnis. Ia menerima banyak tawaran pembuatan film di berbagai daerah di luar Cirebon. Terakhir, ia mendapat kepercayaan untuk mengelola bisnis gerai kopi yang berlabel “Kopi Abah” yang sudah di-launching bertepatan pada tahun baru lalu. Ia menargetkan 100 gerai kopi di berbagai kota besar dan kecil.
Kini, ia menjadi Direktur Utama pada PT Permata Hati-Broadcast dan sekretaris Lesbumi PBNU, Haji Uki mengemban amanah yang lebih besar lagi. Tujuh pokok strategi budaya (Sapta Wikraa) yang dikembangkan oleh Lesbumi PBNU memaksa ia kembali bekerja keras dan tetap santun kepada semua pihak yang dihadapinya.
Demikian, ia bukan hanya seorang guru sekolah atau madrasah, Haji Uki juga seorang organisator, namun sekaligus pebisnis yang gigih. Di berbagai tempat kunjungannya, ia tidak pernah lepas dari kegiatan berziarah ke makam-makam wali dan ulama-ulama NU di Tebuireng seperti Hadratus Syekh KHM Hasyim Asy’ari, KH Abdul Wahid Hasyim, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan kiai-kiai sepuh lainnya. Dengan mengharap rida dan keikhlasan, ia percaya semua sudah diatur oleh yang Maha Kuasa, Allah Azza wa Jalla.|2016.
Artikel pernah dimuat di gayatrimedia.co.id pada Kamis, 21 Maret 2019