Tema Welfare State, pembangunan ekonomi berstandar sedekah memang tidak umum dalam studi studi sosial, ekonomi, politik, bahkan kemakmuran itu sendiri. Sebagaimana kemakmuran adalah menjadi cita cita dan tujuan ekonomi global pada setiap ideologi dan agama.
A welfare state is a type of government responsible for its citizens’ basic social and economic security. It is an inherent function of every form of government, especially democracies. Common welfare activities undertaken by the state include free health care and education, pensions, welfare payments, etc.
Terjemah: Negara makmur adalah satu jenis pemerintahan yang bertanggung jawab terhadap keamanan sosial dan ekonomi dasar warganya. Hal ini merupakan fungsi yang melekat pada setiap bentuk pemerintahan, terutama demokrasi. Kegiatan kemakmuran umum yang dilakukan oleh negara termasuk perawatan kesehatan dan pendidikan gratis, pensiun, pembayaran kemakmuran, dan lain lain.
Beragam konsep muncul seturut kejadian kejadian resesi dunia yang sedang berlangsung, Rusia dan barisannya menuntut keadilan terhadap ekonomi dunia dalam satu konfrontasi yang dipicu oleh perang di Ukraina. Dampaknya sudah mulai dirasakan dari segala lini, mulai dari kemunculan ketergantungan pada mata uang, hingga ancaman dari krisis yang lebih ril, pangan. Untuk mengatasi persoalan persoalan tersebut, berbagai upaya terus dilakukan meski harus dengan kepercayaan diri yang terpaksa dibuat buat. Di luar dari jangkauan nalar kenyataan.
Kritik Fungsional
Dua mazhab ekonomi dunia (kapitalisme dan sosialisme) sama sama saling mendukung usaha masing masing melalui kritik. Kritik yang dilakukan ekonomi sosialisme digunakan sebagai cara memperkuat eksistensi kapitalisme, sementara kritik kapitalisme juga digunakan sebaliknya sebagai memperkuat eksistensi sosialisme. Ketika keduanya menemukan jalan buntu, maka dimunculkan isu Jalan Ketiga (the third way) yang bisa ditelisik dasar dasar pemikirannya, materialisme.
Dari sudut fungsional, dapat dipahami karakteristik dari sebuah negara makmur. Beberapa fungsi yang bersifat umum berlaku di sejumlah besar negara, terutama untuk berfokus pada fungsional tersebut.
Pertama, negara menekankan perlu perawatan kesehatan gratis bagi warga negara. Terutama, untuk dilaksanakan melalui fasilitas fasilitas kesehatan yang disediakan oleh pemerintah. Seperti sekolah, pendidikan gratis untuk semua, atau setidaknya sampai tingkat tertentu.
Kedua, pensiun, terutama bagi pegawai pemerintah dan orang di atas enam puluh tahun atau cacat. Hal ini berlaku umum di sebagian besar negara negara.
Ketiga, dan yang terpenting, cakupan jaminan sosial yang menyeluruh bagi warganegara merupakan ciri khas dari negara maju. Dengan demikian, beberapa negara juga menawarkan dukungan dan insentif khusus bagi warganya yang tergantung pada situasi ekonomi, geografi, dan lain lain. Dengan kata lain, jika situasi dunia aman dan damai, maka kedamaian dan keamanan suatu negara juga damai. Sebaliknya, jika dunia sedang tidak damai dan aman seperti saat ini tersebab pandemi dan perang, maka negara negara lain pun turut terdampak. Sama sama bangkrut.
Dari sudut fungsional ini pula, terdapat tiga jenis utama yang dinamakan negara kemakmuran (walfare state). Menurut sosiolog Denmark, Gøsta Esping-Andersen, sebagaimana telah dilansir www.wallstreetmojo.com,terdapat tiga model negara makmur:
Pertama, Negara Kemakmuran Liberal. Model kemakmuran negara yang berorientasi pasar, pasar dan tenaga kerja memengaruhi negara. Manfaat umum asuransi kesehatan dan dan pensiunan misalnya bergantung pada pekerjaan. Pendukung kemakmuran model negara liberal tersebut berpendapat, negara mendukung hak dan keragaman individu dan memberi insentif berdasarkan kelayakan. Di sini, campur tangan pemerintah yang diidealkan.
Kedua, Negara Kemakmuran Sosial. Model kemakmuran yang juga dikenal sebagai negara demokrasi sosial. Tujuannya adalah mendorong gagasan kemakmuran sosial sebagai tanggung jawab dan kewajiban pemerintahan demokratis. Pemerintah adalah penjamin mutlak hak hak sosial. Selanjutnya, negara kemakmuran sosial didasarkan pada kesempatan yang sama, tanpa memandang status pekerjaan.
Ketiga, Negara Konservatif/Korporatis. Model ini mungkin tipe yang paling tidak menarik, dan seperti namanya, pandangannya konservatif. Meskipun, pada prinsip dan praktiknya berlaku nyata dalam elemen dua elemen model negara kemakmuran yang telah disebutkan, liberal dan sosial. Pada model negara konservatif ini, pemerintah menjamin keamanan dasar warganya, tetapi menyebarkan atau secara tidak langsung mendukung ide ide konservatif. Misalnya, hirarki pengambilan keputusan terlalu sempit dan seringkali didasarkan pada stereotip tradisional, keterwakilan laki laki secara total.
Memang, kalangan pengamat ekonomi merasakan tidak ada model negara kemakmuran yang benar benar berpegang teguh pada prinsip prinsip mereka, kecuali sama sama berlaku konservatif. Hal yang berlaku dalam prinsip Pembangunanisme (Developmentalisme) ekonomi di Indonesia.
Walhasil, dampak pandemi dan perang kian memperkuat kerja kerja konservatif untuk memperkuat eksistensi dan tak jarang mengorbankan pihak pihak lain. Sehingga Welfare State, pembangunan ekonomi berstandar sedekah memerlukan kajian kajian dan langkah langkah serius.
Empat Pilar Akidah Syariah
Umat Islam Indonesia secara prinsip telah mengaji pembagian empat elemen hukum Islam (fiqh) yang dimulai dari referensi referensi klasik (kitab kuning) hingga reorientasi berbau pembaharuan atau modernisme. Keempat elemen tersebut adalah: Fiqh Ibadah, Fiqh Muamalat, Fiqh Zakat, dan Fiqh Jihad. Keempat elemen dasar tersebut tidak terlepas dari kehendak individu dan sosial (akidah dan syariah) yang dipahami dan dijalani tanpa respon besar terhadap realitas. Dengan kata lain, kesepakatan dan kajian kajian tidak pernah lepas dari diskusi diskusi di muka forum dan di atas kertas wacana. Sementara prinsip dasarnya tidak pernah tersentuh secara fundamental.
Hal yang sering diwacanakan bahkan menjadi praktik umum bagi penyelenggara negara adalah tentang ekonomi dan bank syariah di negara negara berpenduduk muslim. Konsep dasar semua kajian tersebut masih tetap mengacu kepada prinsip prinsip developmentalisme alias “bankable”. Sebagaimana penggagas dan pelaku pelaku ekonomi dan bank syariah tersebut adalah para nasabah bank. Ketika racun “uang” menjadi alat tukar sekaligus standar global. Ketika berbicara ekonomi syariah tidak pernah lagi menyentuh aspek aspek zakat pertanian, zakat perdagangan, zakat harta simpanan, dan seterusnya. Justru, yang terjadi adalah penghitungan pertumbuhan perekonomian keuangan. Nilai tambah dinilai dari sektor keuangan. Sehingga keempat elemen dasar fiqh Islam tersebut selalu disetir melalui kacamata neraca keuangan dan bank. Sementara zakat, infak, dan sedekah menjadi margin margin yang harus dikeluarkan, bukan sebagai modal pokok. Pengeloaannya masih tumpang tindih dengan usaha usaha filantropis yang digagas dan dimunculkan oleh model model negara kemakmuran per definisi tersebut di atas.
Walhasil, kritik terhadap ekonomi dan bank syariah sebagai wacana tidak memberikan solusi bagi umat dan penyelenggaraan negara, bahkan bahasan zakat, infak, dan sedekah sebagai modal dasar ekonomi ini di luar dari jangkauan bahasan bahasan bahtsul masail, karena masih berprinsip pada patokan dan standar “perbankan”. Ekonomi yang masih disetir oleh pasar. Hampir tidak dijumpai, pembahasan pembahasan yang menyentuh hasil hasil zakat pertanian misalnya sebagai modal dasar alat tukar, dan pengembangan ekonomi dan kemakmuran. Padahal, pajak (jizyah) hanya menjadi tema dan topik kecil saja dari prinsip prinsip fiqh Islam, bukan dalam skala besar (grand desain) zakat.
Dengan demikian, berbicara tentang Welfare State, pembangunan ekonomi berstandar sedekah tidak akan pernah bergeser selama pijakan dasarnya tidak pernah berubah. Sebab, fasilitas fasilitas kesehatan, pensiunan, atau pendidikan gratis misalnya sudah otomatis dengan sendirinya, bukan masuk ke dalam skala program program prioritas dari pembangunan. Memang, berbicara tentang konsep dasar sedekah dalam kultur Indonesia sangat kompleks dan tidak terprediksi hasilnya, tetapi terdapat hitungan hitungan yang sudah pasti dalam pelaksanaan zakat secara konsisten sebagai pijakan dasar seperti 10 persen zakat pertanian atau 2,5 persen zakat perdagangan, dan seterusnya.