Di tengah kemalasan intelektual santri santrinya dalam menuangkan gagasan dan pemikiran keislaman, KHA Musta’in Syafi’ie masih selalu menyempatkan diri untuk senantiasa menulis sebagaimana tradisi kiai kiai di Pesantren Tebuireng. Apalagi jika sudah menyangkut pada persoalan Al Quran, kitab biografi alam semesta, ia akan cepat dan bergegas walaupun harus menempuh jarak yang jauh dari kediamannya. Begitu pula, khidmat “anak pesisir yang menjadi ahli tafsir” ini kepada guru dan pesantrennya selalu menjadi prioritas, mengalahkan kepentingan kepentingan lain.
Sengaja, ditulis sebagai “anak pesisir yang menjadi ahli tafsir”, karena KHA Musta’in Syafi’ie untuk menulis sendiri kata “Kiai Haji” di awal namanya atau embel embel gelar sarjana di awal dan di akhir namanya adalah sesuatu yang “nyungkani”.
Tanpa mengurangi rasa hormat dan takzim kepada Beliau, “anak pesisir yang menjadi ahli tafsir” adalah sejumput biografi mengenai Beliau selama berkiprah dan berkhidmat kepada Al Quran. Dalam penulisan buku ini, digunakan bahasa nonakademik yang njelimet dan penuh titel dengan harapan dapat menjadi bacaan ringan dan bahasa yang sederhana bagi kalangan atau jamaah yang sering mengikuti “kuliah kuliah” Beliau di luar kampus, baik di lokasi lokasi pesantren, lapangan terbuka, bahkan di masjid masjid sebagaimana “Tafsir Aktual” yang ditulis dengan sederhana melalui media koran.
Merekam jejak pemikiran dalam rentang waktu dan tempat yang dinamis tentu akan menyisakan pergeseran pergeseran, kendati konsistensi sebagai seorang yuris atau kiai di lingkungan masyarakatnya memiliki pakem umum dan baku dari setiap metode dan corak penafsirannya terhadap makna makna Al Quran. Sebagaimana sebuah fatwa akan diikuti dan diamalkan oleh santri santri dan masyarakat, meskipun sifatnya tidak sangat mengikat seperti hukum positif negara dengan konsekuensi pada denda uang dan kurungan badan.
Signifikasi penafsiran KHA Musta’in Syafi’ie memiliki relevansi tersendiri, terutama dari segi pilihan makna yang mesti dikembalikan kepada makna asalnya. Sehingga kecenderungan bias ideologi dapat diminimalisir, meskipun terkadang tak dapat dihindari karena tuntutan situasi dan kondisi. Apakah kemudian pilihan metodik ini telah menggiring KHA Musta’in Syafi’ie sampai kepada makna makna literal sesungguhnya dari yang diinginkannya?
Buku ini sangat istimewa untuk dibaca. Karena, tidak saja menyajikan biografi seorang tokoh, melainkan pemikiran pemikiran sistematis dan metodis yang dapat berimplikasi luas dalam deretan mufasir mufasir Indonesia yang memang langka. Hal ini dapat dilihat ketika tafsir ayat Al Quran Surat Al Maidah ayat 51 yang menjadi geger nasional, walaupun sederetan fakultas fakultas tafsir Al Quran tidak sedikit jumlahnya dengan perkembangan teori dan berbagai metode pendekatan ilmu tafsir. Dengan kata lain, maraknya fakultas fakultas tafsir di Indonesia tidak menjamin akan muncul mufasir mufasir yang kredibel dalam menyelesaikan persoalan persoalan umat. Dapatkan bukunya!