Jakarta-Net26.id Bertempat di Aula HB Jassin lantai 4 Gedung Perpustakaan Jakarta, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat, Sabtu, 13/8/2022, tim Bunga Setaman (BS) meluncurkan satu produk karya buku terbaru dari Ayu Yulia dan Anastasia Fanny Lioe. Buku kumpulan puisi (antologi) dwibahasa tersebut, Tarian Badai (The Dancing Storms), mendapat apresiasi pakar budaya Indonesia dari Swedia, Hans Stefan Danerek.
Stefan adalah peraih gelar PhD dalam studi bahasa Indonesia dengan disertasi tentang sastra modern Indonesia. Selama 2014 hingga 2016, ia melakukan penelitian dokumentasi bahasa dan tradisi lisan di Pulau Palu’e, Nusa Tenggara Timur. Stefan juga penerjemah susastra, termasuk fiksi Indonesia untuk penerbit Swedia. Tahun tahun terakhir, dia lebih fokus kepada tradisi lisan dan kerajinan, khususnya tenun ikat. Aktivitas Stefan selanjutnya dapat dilihat pada https://cawalunda.org.
Pada kesempatan tersebut, Rara, salah satu pendiri Bunga Setaman, memberi kesan positif: jika ke depan, Bunga Setaman dapat menggandeng banyak pihak, terutama kalangan pralansia dalam menghadapi bonus demografi saat ini.
Pralansia yang berusia antara 40 hingga 50 tahun diharapkan menjadi jembatan generasi milenial yang bakal mengambil alih tampuk kepemimpinan dalam waktu dekat.
Hal ini bertujuan agar tidak mengabaikan peran peran orangtua yang telah melampaui zamannya. Oleh karena itu, sebagai jembatan regenerasi, Bunga Setaman dapat mengakomodir bahan bahan yang diperlukan, termasuk diantaranya adalah pokok pokok pikiran warisan budaya yang harus tetap lestari.
Ada beragam komentar atas kesuksesan terselenggaranya acara tersebut, sebagaimana Stefan memberikan apresiasi agar kegiatan berlanjut pada penerjemahan karya karya susastra. Memang, ada banyak karya susastra Indonesia yang “bagus bagus” tapi masih kurang dikenal di luar negeri.
Acara yang digawangi oleh Rara, Puspa, Ayu, dan Meidy tersebut memang penuh perjuangan. Mengingat, masa pandemi belum sepenuhnya berlalu. Perlu semangat untuk menjelang masa masa pemulihan nasional.
Dunia Rara
Dalam uraiannya, Rara mengungkapkan, “Acara kemarin terbilang cukup baik, meriah (mungkin karena ada door prize dari sponsor). Ada lebih dan kurangnya, itu biasa dalam suatu acara. Alhamdulillah, sudah bisa melewatinya tanpa terdengar protes dan keluhan dari hadirin. Padahal menurut kita banyak banget kesalahannya dan kekurangannya. Apalagi personel kita tak lebih dari 5 orang yang pegang peran.”
Setiap cerita mesti ada momen klimaks dan antiklimaks agar menarik. Hal ini terjadi pada detik detik yang menegangkan.
“Pembaca doa sampai ganti kostum penjaga kopi lalu maenin gitar buat pembaca puisi. Kocak, dah, ah!” cerita Rara, gemas
“Kami beberesan bawa barang barang turun terus pulang ke rumah Mbak Ayu, langsung aku jadwalkan evaluasi acara di sana sebelum ada yang terlupa dari ingatan.”
Agaknya, Gusti Allah pancen mboten sare. “Alhamdulillah, ada yang datangi aku dan berbisik, BS bagus, maka perbanyak aksinya, kalau bisa jangan cuma sastra!” lanjut Rara.
Ada lagi, bapak bapak bertanya, “Bu Rara, buat bapak bapaknya BS kegiatannya apa?”
“Arisan!” jawab Rara, spontan.
Hingga membuat si bapak tertawa. “Kontak saya ya kalau ada kumpulan bapak bapaknya,” sahutnya.
Itu adalah dua dari enam orang yang menghampiri Rara seusai acara “Itu PR buat kita!” Rara memberi sinyal kuat.
“Eniwei, aku berterima kasih buat semua rekan atas kerjasamanya. Mohon maaf kalau ada yang terlewat atau lambat aku respon kemarin, karena tenagaku bener bener tercurah untuk mempersiapkan (acara) ini. Maklumlah, kan personelnya cuma kita kita aja, gak ada panitia panitiaan. Pelan pelan mendatang insya Allah bisa kita tutupi segala kekurangan kemaren,” pungkas Rara, penuh harap.