Tak disangka, begitu cepat dia meninggalkan saudara-saudaranya. Bayang-bayangnya masih melekat, pekat. Bagi santri-santri MQ Tebuireng, dia adalah sahabat, adik, kakak, sekaligus saudara yang mengayomi.
Tidak ada yang dapat menyangkal, dia adalah sosok yang banyak berjasa di balik kesuksesan-kesuksesan event di Pondok Pesantren Madrasatul Quran.
Tak ada pula yang mampu berkata tidak, jika dia sudah berkehendak sekadar meminta tulisan.
Ya Allah, terimalah dia di sisiMu dengan tanpa hisab. Baktinya kepada pesantren dan kemaslahatan parasantri dapat menjadi sebab dia benar-benar yang terbaik.
Malam ini, mungkin, ia menyapa semua orang-orang yang selama ini telah direpotkannya untuk berpulang selamanya ke haribaanNya. Untuk menyatakan, kalau tugasnya mengabdi dan melayani pondok, paramasyayikh, asatidzatil a’izzah, parasantri, muqaddimnya yang senantiasa sabar mengikuti petunjuk dan arahannya.
Semua sahabat dan saudara-saudara sesama santri akan selalu mengenangnya dan menyaksikan kebaikan-kebaikannya.
Kegigihannya mengabdi di dua tempat sekaligus adalah perjalanan yang sangat menyita pikiran dan fisiknya. Setiap Senin hingga Jumat, dia mengajar dan menunggui setoran hafalan Al Quran di Surabaya. Setiap Jum’at hingga Minggu, ia juga mengajar dan menunggui setoran di MQ Tebuireng. Di sela kesibukannya, ia masih bisa menyelesaikan tugas, mengampu majalah yang rumit. Ke sana kemari, dia mengoordinasikan penulis, persiapan pracetak, hingga mendiskusikan majalah di madrasah. Tak terbayangkan, kesibukan yang begitu berat dan ikhlas dijalankannya.
Masih banyak program pengembangan yang masih menjadi cita-cita bersama. Membuat buku-buku bermutu, meningkatkan oplah majalah, hingga mendirikan Ma’had Aly Tafsir Al Quran.
Sebagai sosok yang mau belajar, dia tetap dalam kesederhanaan. Pekerja keras itu masih setia menjaga Al Qurannya. Nyadong berkah.
Selamat jalan wahai Sang Pengabdi! Yakinlah pekerjaan yang telah engkau awali tidak akan sia-sia! Sahabat-sahabat dan saudara-saudaramu sesama santri tidak akan melupakan jerih dan susah payahmu.
Segenap Redaksi Net26.id turut berduka atas wafatnya Saudara Syaiful Hijar, staf pengajar di Pondok Pesantren Madrasatul Quran Tebuireng dan Pimpinan Majalah MQ Times, pada Senin, 4/7/2022. Semoga semua amalnya diterima dan mendapat tempat terindah di hadiratNya.
Saiful Hijar
(Direktur Majalah MQ Times)
Entah, dapat gagasan dari mana, KHA Musta’in Syafi’i, Mudir Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an Tebuireng, memberi inspirasi penamaan majalah yang akan dibuat tersebut. Aku menimbang-nimbang. Teman-teman menganggap bakal “kabotan jeneng”. Visi dan misinya terlalu excellent, istimewa.
Namun, karena gagasan tersebut merupakan “dawuh kiai”, kami tak berani menolak. Mungkin, akan ada hikmahnya, batinku.
Aku diundang ke pondok untuk membicarakan rencana pembuatan majalah. Kata mereka, “ini, kami, sudah sowan ke Cak Edy Musoffa, Beliau merekomendasikan sampean untuk bantu bikin majalah.” Wah, ini sudah dawuh para sesepuh, perintah langit, tak bisa ditolak, pikirku. “Berhubung, sampean sedang di Tebuireng, pas sekali momennya,” ujar Ustadz Man Opik, sang kepala sekolah.
Dan, malam itu, dibantu oleh Hilmy, kami membicarakan rencana matang membuat majalah. Hilmy yang sudah berpengalaman di Majalah Tebuireng membeberkan langkah-langkah penyusunan konten dan Lay out-nya. Aku hanya menambahkan keterangan-keterangan seperlunya.
Saiful Hijar, panggilannya Ipung, pagi-pagi menemuiku di pasar Cukir. Aku lupa membahas apa. Intinya, beberapa hari kemudian, konten yang sudah disiapkan oleh redaksi, pertama kali aku edit bahasanya. Kemudian, di-lay out oleh Hilmy. Aku pikir, majalah itu sekadar media internal untuk ajang belajar para santri berkreativitas. Namun, di luar dugaanku, hasilnya memang luar biasa. Majalah itu digarap serius. Sudah bisa disejajarkan dengan majalah-majalah nasional. Seukuran “Ulumul Qur’an”, sebuah jurnal ilmiah era tahun 1990an. Majalah MQ Times digarap secara serius oleh tim redaksi. Penulis-penulisnya para profesional. Sudah ngangkatlah untuk dibaca secara umum. Itu semua karena berkat kerja keras sang direktur, Saiful Hijar. Karena, pengalamanku beberapa kali membuat majalah, pekerjaan demikian memang tidak gampang. Lebih rumit daripada membuat buku. Dan, itu dikerjakan dengan sungguh-sungguh oleh tim. Apalagi pekerjaan itu lebih bernilai gotong royong mengabdi kepada pondok pesantren.
Semasa di pesantren dulu, aku belum mengenal Ipung. Mungkin, lupa. Namun, dari jejak ilmiahnya, Ipung cukup cerdas dalam banyak hal, apalagi kalau sedang merayu minta tulisan. Marketingnya jalan. Patut diacungkan dua jempol. Kalau tidak, mana mungkin ia mampu mengoordinasikan pembuatan majalah sebagus itu. Tanpa lelah.
Ipung setiap Sabtu dan Minggu ke Tebuireng dari Surabaya. Pergi-pulang. Kesibukannya sehari-hari mengajar di Surabaya. Di Tebuireng, Ipung juga mengajar dan menunggu setoran hapalan santri-santri yunior.
Ipung di bidang tahfidh sudah merampungkan Qira’ah Sab’ah. Capaian yang sulit. Sangat selektif. Karena, santri-santri yang mencapai tingkatan itu terlebih dahulu harus mendapatkan sanad hapalan lancar. Baru, kemudian, mengambil Qira’ah Sab’ah beserta sanadnya. Berbeda dengan pesantren-pesantren lain yang lebih longgar. Belajar Qira’ah Sab’ah secara klasikal, menjadi mata pelajaran umum di perguruan tinggi atau madrasah.
Ipung juga sedang mempersiapkan kuliah S3nya setelah merampungkan S2nya. Kerja kerasnya, satu persatu bisa diselesaikan. Sembari tetap mendaras dan merawat jama’ah khataman Al Quran. Dan, kini, majalah itu perlahan-lahan sudah dikelola secara profesional, meskipun Ipung masih kesulitan menambah tenaga-tenaga ahli baru.
3 September 2020.