Jumat pagi, sambil ngopi sinau dan berakrab dengan antologi puisi jawa modern jawa timur 1981–2008 terbitan Balai Bahasa Jawa Timur.
Salah satu genre sastra jawa yang hingga saat ini masih digandrungi pembaca, mahasiswa, dan pemerhati sastra.
“Geguritan” berkembang setelah masa kemerdekaan (1945). Munculnya Puisi jawa modern di Jawa Timur ditandai dengan munculnya antologi puisi jawa modern dan terbitnya puisi-puisi jawa modern di majalah berbahasa jawa seperti “Panjebar Semangat dan Jayabaya” tahun 1933 yang dipelopori oleh St. Esmaniasita.
Antologi ini memberi dan membuka wawasan berlebih tentang perkembangan sastra jawa khususnya puisi. Banyak pengalaman dan karya yang menjadi wahana inspirasi bagi pembaca.
Bahan bacaan yang enak dibaca sambil menikmati seduhan kopi…
2/7/2022
Lukisan makin nampak indah ketika memberi kesan dan pesan pada penikmatnya. Tak terkecuali ketika di setiap jeda perjalanan, berhenti sejenak untuk saling berbagi rasa, bercanda, dan berinteraksi langsung lalu berdiskusi tentang hari ini dan besok.
Apa yang akan dihadapi tentunya memerlukan kesiapan baik mental maupun spiritual agar keputusan atau jalan yang diambil ke depan semakin terarah..
in colllaboration
2/7/2022
Balerasa
Mengundang
Senyummu pada pematang, yang dulu singgah dan kini telah menjadi ladang penghidupan.
Luangkan waktu pada rindumu
Mungkin telah berubah dan meninggalkan jejak-jejak bersama semilir angin dan tembang-tembang kenangan
Kuarungi ruang dan lukis wajah mesramu dulu yang kini kian merayu…
3/3/2022
Ndagan
Begitulah dulu kau disebut sebagai sebuah kampung kecil di belahan kota tua. Kenangan yang mungkin hanya sebagian yang mengenal identitasmu, kini orang memanggilmu kutorejo. Sebuah perkampungan yang lebih dikenal dengan “kampung arab” dikarenakan banyak pedagang arab yang membuka usaha dan sebagian menetap.
Biasanya, pendatang arab bermukim di daerah perkotaan yang notabene berada di sekitar makam auliya atau kampung kauman (kaum beriman). Selain berdagang sebagian juga akrab dengan religiusitas masyarakatnya. Konon di seputaran “ndagan” pernah berkembang ajaran “sunan bonang” yang entah padepokannya berada di mana hingga saat ini belum ada yang menelusurinya. Namun, makam mbah sunan hingga sekarang masih terawat dan banyak dikunjungi para peziarah.
Ada sebagian tradisi yang diwariskan hingga saat ini masih dilestarikan saat bulan ramadan. “Bubur suro” yang sebagian masyarakat kutorejo kenal, selalu terhidang dan dibagikan menjelang maghrib (berbuka). Konon kebiasaan tersebut adalah yang pernah dicontohkan oleh sunan bonang. Rasa berbagi, akrab, rukun, dan berdiskusi sambil menunggu saat berbuka adalah lsuasana yang dibangun era itu sambil membimbing masyarakat untuk mengenal lebih jauh tentang ajaran ketauhidan.
Kini ndagan telah berubah menjadi kampung yang metropolis, namun religiusitasnya masih nampak kental tergambar dari sebagian yang masih juga tak meninggalkan tradisi lamanya.
Masih ada juga tembok bangunan eksterior lama yang masih berdiri tegak, entah akan dibongkar atau direnovasi oleh oemiliknya atau tidak, yang jelas sebagian itu bisa dibuat cagar budaya agar kenangan lama itu tak hilang dan bisa menjadi tilas sejarah (historical periode).
Secara etimologi juga belum tergali makna ndagan. Bagaimana tiponim itu tergali bilamana tak diketemukan penutur yang mampu menjabarkan secara runut. Sementara aku terlahir jauh di masa itu…
4/3/2022