Ada orang itu yang tidak nyaman Buang Air Besar (BAB) bahkan ada yang sudah pada level tidak bisa selain di Water Closet (WC) rumahnya. Tapi, ada juga yang enjoy bisa BAB di WC manapun.
Nah, saya termasuk yang kedua. Jika dalam sebuah perjalanan, isi perut meronta ronta memaksa ingin keluar secepatnya, maka ada tiga referensi tempat yang menjadi jujugan untuk melampiaskan kehendak sang perut.
Pertama ke SPBU, kedua ke masjid, dan ketiga ini yang terbaru yakni ke supermarket.
Di antara ketiganya yang paling nyaman menurut saya ya di WC masjid. Tempatnya sepi, bersih, tidak terganggu antrian, membuat proses BAB terasa lega dan nikmat.
Nah, pernah suatu ketika “panggilan alam” itu datang. Saya langsung berinisiatif mencari masjid seperti biasanya, berbunga bunga lah hati ini karena sudah menemukan masjid, tetapi nasib kurang beruntung, bukannya kegembiraan yang saya alami akan tetapi keterkejutan, karena kamar mandinya terkunci semua. Siksaan pun datang, menahan gejolak isi perut yang harus tersalurkan tidaklah mudah, teman teman pasti pernah juga mengalami malapetaka akhir zaman seperti ini.
Dari kejadian itu kemudian saya bertanya tanya.
Kenapa ya di sebuah masjid sampai kamar mandinya pun juga ikut dikunci? Bukannya, jika tempat itu semakin banyak yang memanfaatkan, yang menyedekahjariyahkan juga semakin banyak mendapatkan limpahan pahala? Apakah takut ada yang mencuri kran air, lampu, gayung, dan bak mandinya? Apakah ada unsur mudharat lainnya jika tidak dikunci?
Yang jelas saya akan senang dan mengucapkan beribu ribu terima kasih kepada Takmir Masjid yang membuka selebar-lebarnya kamar mandi masjid mereka untuk dimanfaatkan di luar keperluan shalat lima waktu karena nyata betul manfaatnya bagi saya pribadi.
Keterangan foto:
Salah satu Masjid Desa di Kota Sidoarjo tepatnya di desa Sidodari bernama Babussalam sebuah desa berkembang yang dikelilingi puluhan perumahan baru dan pertokoan baru, tidak pernah dikunci selama 24 jam, sering dimanfaatkan oleh siapa saja dan untuk keperluan apa saja, baik mandi, BAB, atau sekadar BAK. Kondisinya tetap bersih, wangi meskipun tanpa ditunggui sang marbot.