Sering orang beranggapan: sebuah karya fiksi jauh dari realitas, kenyataan, sehingga dianggap ngarang dan omong kosong. Anggapan demikian tidak sepenuhnya salah, karena sebuah karya fiksi merupakan karya imajinasi. Namun, bukan berarti sebuah karya fiksi terlepas dari kenyataan. Sebuah karya fiksi, baik puisi, cerita pendek, maupun novel selalu dekat dengan kenyataan. Minmal, kenyataan yang melingkupi di sekitar si pembuat karya.
Menulis fiksi memang sebaiknya butuh riset, sebab cerita fiksi itu inspirasinya dari realitas. Misal, ketika hendak coba mengabadikan hal tertentu pada tokoh, seperti karakter atau penyakit, juga yang lain. Hal itu butuh riset yang mendalam. Michael Chricton yang menulis Jurasic Park juga melakukan riset.
Menulis fiksi kalau ingin enak dibaca, diterima, dan masuk akal, sebaiknya memang harus dibarengi riset dan mengambil berbagai macam perspektif.
Dalam hal riset, sebenarnya tidak harus mempelajari ilmu akademis, karena sangat luas lingkupnya. Tapi, dengan membaca jurnal atau artikel geografi, antropologi, dan sosiologi bisa sangat membantu. Tergantung dari latar, alur, karakterisasi, dan genre. Jika genre-nya fantasi atau ilmiah dengan latar dunia fiktif, ada yang namanya “worldbuilding“.
Worldbuilding itu proses pembuatan dunia fiktif. Tidak harus mempelajari geografi sama ilmu sosial; di artikel-artikel kepenulisan juga banyak. Biasanya mencakup budaya, struktur sosial (kepemerintahan, organisasi, atau institusi), hierarki dan status sosial, serta latar geografis.
Dengan demikian, kepenulisan tergantung pula plot makro-nya: berhubungan dengan orang banyak, karakter yang memiliki pengaruh besar dalam suatu masyarakat; atau, mikro yang berhubungan dengan individu tertentu.
Kata riset sebenarnya diambil dari kata-kata ilmiah akdemisi yang dimasukan ke dalam syarat menulis karya fiksi. Padahal, bahasa senderhananya mengumpulkan ide cerita dari yang dilihat, didengar, dirasakan, dibaca di buku, dan dialami dari sebuah pengalaman.
Apapun input yang ditangkap oleh indera dan dianggap penting, itu bisa dijadikan ide menulis fiksi, puisi atau prosa. Ketika melihat segelas kopi panas, itu bisa jadi ide menulis puisi. melihat tetangga bertengkar dengan suaminya, dapat dijadikan ide menulis cerita.
Jadi, tidak perlu wah dengan kata “riset” yang nampak ilmiah seperti mau melakukan sebuah penelitian sains. Bukan, bukan kek gitu!
Kedai, Usaha Kongkow-Kongkow di Sumatera
Kedai merupakan usaha paling murah dan mudah dijumpai di Indonesia. Seseorang yang terbiasa mengkonsumsi kopi atau teh misalnya akan segera mencari kedai terdekat manakala singgah di suatu tempat. Kedai bukan hanya penyedia minuman sederhana, melainkan memiliki sarana singgah pelepas lelah. Kendati demikian, setiap daerah memiliki sebutan dan sajian yang berbeda-beda.
Kedai Kopi di Aceh
Jika tiba di Aceh, kita akan menemukan sebuah kedai kopi yang disinggahi oleh mobil-mobil mewah. Maklum, kopi pagi sudah menjadi tradisi kongkow bagi warga Aceh dan memiliki tensi gaya tersendiri. Terdapat beberapa kedai kopi legendaris yang terkenal di Aceh diantaranya Kedai Kopi Solong, Kedai Kopi Rumoh Aceh, Kedai Kopi Nacha Coffee, Zamzam Coffee, Dinamaya Harvies, Tower Coffee, La Regno Coffee, Dahapu Coffee, Kedai Kopi Cut Zein, dan Kedai Kopi Cut Nun. Namun, pendatang yang berkunjung ke Aceh akan minta dihidangkan Kopi Gayo, karena lebih jauh dikenal luas.
Lapo Tuak di Medan
Berbeda di Aceh, berbeda pula di Batak. Lapo Tuak merupakan tempat orang Batak menghibur diri. Di sana, tidak saja makanan dan minuman sebagaimana kedai pada umumnya, melainkan juga hiburan dengan bernyanyi.
Dalam persepsi umum, Lapo Tuak sering mendapat persepsi negatif sebagai tempat mabuk mabukan dan arena tempat keributan. Namun demikian, Lapo Tuak sebenarnya memiliki fungsi lain sebagaimana telah dilansir oleh adalah sarana “berdiskusi, membahas persoalan sehari hari, baik masalah politik, ekonomi, sosial, nomor undian togel, dan terpenting, memperbincangkan serta menjaga tradisi dan adat di tengah gempuran arus modernitas”.
Lapo Tuak menjadi ajang keterbukaan bagi marga suku Batak, karena ekspresi dapat saja dituangkan dalam irama irama dan senda gurau. Ibarat pameo yang berkembang “Bila ada orang Batak yang sendirian di lapo, ia akan main gitar dan bernyanyi; apabila berdua, keduanya akan main catur; bila bertiga, ketiganya akan membuat trio nyanyi; dan, apabila berempat akan bermain kartu.” Namun, secara esensial, Lapo Tuak merupakan ruang keakraban dan kemerdekaan suku yang dikenal keras tersebut.
Kapau di Minang
Meskipun ada banyak ragam rumah makan di Minangkabau, Kapau dapat menjadi contoh khusus salah satunya. Pada mulanya, Kapau merupakan menu kuliner khas yang biasa disajikan di sisi belakang beranda rumah. Nama Kapau diambil dari sebutan sebuah nagari (desa) yang ada di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Di sana, menu kuliner memiliki keragaman lebih lengkap bila dibandingkan dengan hidangan di daerah lain. Ciri khas hidangan Kapau adalah lauknya ditata dalam wadah besar dan disusun dari atas hingga ke bawah selayak tangga. Penjaja dapat mengambil lauk menggunakan centong bertangkai panjang dengan ujung terbuat dari batok kelapa. Pada hidangan Kapau akan ditemukan gulai tambunsu (usus isi telur), gulai tunjang (kaki sapi), gulai cingcang (tulang dan daging sapi), dan sayur cubadak (nangka). Sayuran pada umumnya disajikan utuh, seperti kol yang disajikan selembar utuh dan kacang panjang yang dipotong jadi 2-3 bagian. Bumbu nasi Kapau biasanya tidak ada yang ditumis.