Pengembangan dan pembangunan Pondok Pesantren Madrasatul Quran (MQ) Tebuireng tidak pernah berhenti, membangun, dan terus membangun dari awal berdiri tahun 1971 hingga sekarang.
Jika tidak ada proyek pembangunan gedung, ada saja yang diperbaiki, entah itu mengecat, memperbaiki pintu, membetulkan kursi, selalu ada tukang yang bekerja setiap harinya.
Para guru seringkali menuturkan tentang hal ini, bahwa semua itu karena barokahnya bacaan Surat Waqiah yang dibaca rutin setiap hari oleh para santri selepas jama’ah sholat Subuh dan Maghrib yang sudah mentradisi dari tahun pertama berdiri hingga sekarang.
Seluruh bangunan gedung di pesantren ini adalah hasil karya Ir. K.H. Abdul Ghafar putra ke-5 sang pendiri pesantren, Almaghfurlah KH. M. Yusuf Masyhar. Beliau merancang sekaligus mengawal pembangunan hingga selesai. Beliau pula yang dipercaya merancang sebagian bangunan gedung lembaga-lembaga di bawah naungan Pesantren Tebuireng sejak di bawah kendali Ir. K.H. Salahuddin Wahid.
Apa yang dilakukan oleh Beliau menjadi inspirasi banyak santri. Diam-diam, ada santri yang menjadi pengagum rahasia Beliau. Santri itu bernama Ahmad Agung Firwanto. Kebetulan, “Agung” nama panggilannya, seorang ahli menggambar, membuat sketsa, sekaligus jago matematika. Kelebihan yang menjadi salah satu syarat untuk menjadi arsitek. Kelebihan Agung tersebut yang tidak banyak dimiliki oleh santri MQ Tebuireng lainnya. Dan, juga tidak banyak diketahui oleh siapapun, kecuali teman dekatnya.
Berbekal kekaguman pada sosok kyainya dan kelebihan yang dimilikinya telah membuat dirinya bertekad untuk mengambil jurusan arsitektur saat kuliah nanti.
Setelah Agung lulus dari bangku Aliyah tahun 2010, atas arahan Kang Doel Mamat, kerabat dekatnya, yang lebih dulu sukses kuliah dari jalur beasiswa, ia mendaftarkan diri. Agung bersama rekan-rekannya dari MQ Tebuireng kemudian coba mengikuti seleksi beasiswa, hingga akhirnya bersama salah satu rekannya, Mohamad Yunus, benar-benar diterima kuliah melalui jalur beasiswa santri berprestasi CSSMoRA. Sesuai dengan keinginannya, Agung berhasil masuk di Program Studi Teknik Arsitektur Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang.
Selepas kuliah, santri asli dari pesisir Tuban yang berjarak sangat dekat dengan “maqbarah” Syekh Maulana Ibrahim Asmoroqondi ini harus mengabdikan dirinya di MQ Tebuireng. Karena, pada perjanjian beasiswa mengharuskan dirinya untuk mengabdi selepas belajar selama tiga tahun di MQ Tebuireng, tempatnya menimba ilmu.
Salah satu pengalaman paling berkesan di masa pengabdiannya adalah dipercaya oleh pengasuh MQ Tebuireng, Ir. KH. Abdul Ghofar, kyai arsitek idolanya dulu untuk menerjemahkan konsep bangunan ke dalam bentuk gambar lembaran kerja proyek. Waktu itu, gedung yang dibangun adalah gedung SMP Al-Furqon MQ. Dan, karya keduanya adalah gambar kerja “ndalem” Almarhumah Ibu Nyai dr. Hj. Farida Yusuf yang baru saja diperingati 40 hari wafatnya.
Kini, Agung selesai melaksanakan pengabdiannya di pesantren tercinta, dan benar-benar sudah menjadi seorang arsitek. Ia mengarsiteki beberapa proyek perumahan pesanan “client-client”-nya di Kabupaten Tuban.
Di masa yang akan datang, tidak menutup kemungkinan Agung yang masih muda ini memiliki perusahaan sendiri yang bergerak di bidang jasa desain bangunan, konsultan arsitek, kontraktor bangunan, atau usaha sejenis. Dapat menjadi pelajaran: mencari “skill” dan spirit dari orang-orang terdekat.