Indramayu-Net26.id – Senin, 1/8/2022, keprihatinan masyarakat muncul ketika melihat pesantren sering dihadapkan pada negara vis a vis. Dan, ceritanya berantai. Mulai dari Pemberontakan Petani Banten, Pemberontakan Kedondong, Pemberontakan Pangeran Dipanegara, Pemberontakan Nyi Ageng Serang, dan seterusnya. Padahal, pesantren pesantren di Indonesia yang berpaham Ahlussunah wal Jama’ah tidak memiliki ajaran untuk memberontak, walaupun penguasanya seorang yang zalim.
Santri yang Lugu
H Cecep adalah salah satu di antara ribuan bahkan jutaan santri yang lugu di Indonesia. Benar kata Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid, 1940-2009) seperti yang diceritakan oleh Hj Megawati Soekarnoputri dalam salah satu pidatonya, “Massa PDI-P dan NU itu sama. Punya semangat tinggi tapi ujung-ujungnya sering salah.”
Hal ini disebabkan karena kaum santri lebih banyak mengenal hukum (fiqh) daripada hukum positif. Sehingga ketika bertentangan (Al taraduf) antara hukum (fiqh) dengan hukum positif, kaum santri sering berada pada pihak yang salah karena dianggap telah melawan negara. Padahal, hanya berbeda dari segi pandangan hukum. Dan, penegak hukum tidak memandang hukum (fiqh) yang dianut dan diamalkan oleh kaum santri sebagai bagian integral hukum nasional.
Pengalaman Spiritual
H Cecep adalah seorang santri yang menempuh pendidikan di Pesantren Tebuireng. Sebagai seorang santri tentu memiliki semangat atau gairah yang tinggi untuk berjihad menafkahi keluarganya. Penanaman moral sejak dini pada diri H Cecep yang digembleng di pesantren telah mendarah daging sehingga kehidupannya tidak pernah jauh dari nasehat nasehat parakiai.
Ketika mendapat musibah tersandung masalah, H Cecep langsung mengadu kepada Buya Uki Marzuki untuk meminta petunjuk. Meskipun, di luar jangkauan pengetahuan dan pengalaman Buya Uki.
Namun, orang orang pesantren punya cara penyelesaian sendiri dengan menundukkan hati dan keinginan. H Cecep memperbaharui niatnya untuk membangun pesantren dan jihad ekonomi. Atas usahanya yang giat dan kemampuan membangun relasi, H Cecep membeli sebuah bangunan dua lantai untuk memulai aktivitas aktivitas keagamaan. Di tempat baru itu, ia telah menyiapkan agenda agenda pesantren dan ekonomi dalam wadah Majelis Mujahid NKRI. Sebuah organisasi nasional yang siap membangun komunikasi komunikasi dan kerja kerja ekonomi pesantren dan masyarakat yang berpusat di Pesantren Sukunsari, Weru Kidul, Kabupaten Cirebon. Dari organisasi ini, diharapkan kaum santri juga harus bisa melek hukum positif salah satu programnya sehingga stigma pesantren sebagai sarang terorisme dapat diluruskan pemahamannya, apalagi stigma stigma negatif hanya karena salah persepsi.