Menes-Net26.id Ma’had Al-Mu’awanah di bawah naungan Yayasan Perguruan Islam MALNU menggelar Haflah Ikhtitamul Kutub Ma’had Al-Mu’awanah pada 25 hingga 27 Juni 2021 bertempat di gedung pusat di Menes, Pandeglang. Acara tersebut diawali oleh sambutan Pimpinan Yayasan, Abah K.H. Hamdi Ma’ani. Dalam sambutan pembukaan haflah pada Jum’at malam, kiai yang biasa disapa Abah Hamdi tersebut menyampaikan pesan-pesan; Ikhtitamul Kutub sebagai ungkapan ‘tasyakur’ atas raihan prestasi belajar para santri selama di ma’had agar para wali santri mengetahui kemampuan putera dan puteri masing-masing. Abah Hamdi juga menyampaikan rasa terima kasih kepada segenap asatidz, ustadzah, dan pengasuh atas kesuksesan pelaksanaan KBM (Kegiatan Belajar Mengaji) di ma’had. “Semoga diberikan balasan ilmu yang manfaat dan barakah. Mohon maklum kepada para wali santri atas segala kekurangan. Semoga putera dan puteri kita menjadi duplikat Syekh Arsyad,” tegasnya.
Dalam pandangan Abah Hamdi, pesantren mempunyai tiga tugas pokok: pertama, sebagai i’dadul mutafaqqihin fiddin, mempersiapkan kader santri yang mumpuni dan paham ilmu agama. Untuk bisa paham, tidak bisa instan, belajar mesti berjenjang sesuai dengan tingkat kelasnya, mulai dari kitab kecil hingga kitab besar. Supaya alumni MALNU, matanya dapat memandang ke Jerman, hatinya ke Baitullah; kedua, himayatuddin, menjaga dan mempertahankan akidah Islam dari hal-hal yang dapat merongrong keabsahannya, dan; ketiga, himayatuddaulah, menjaga keutuhan NKRI dari pemikiran yang menyimpang dan merusak.
Pesantren-pesantren yang berada di Menes tidak saja dikenal dalam sejarah karena pernah menyelenggarakan Muktamar NU ke-13 pada 1938. Napak tilas sejarah tersebut belakangan telah menunjukkan geliat intelektual santri yang kian inovatif, tanpa meninggalkan tradisi yang menjadi pegangan kaum santri pada umumnya. Pesantren di bawah bimbingan Abah K.H. Hamdi Ma’ani ini menurut Agustin, salah satu santri senior, sudah menampung kurang lebih 800an santri yang belajar dari berbagai wilayah di Indonesia. Ada yang seputaran wilayah Banten, Parung-Bogor, Tangerang, Lampung, Palembang, bahkan Riau. Suatu capaian yang luar biasa jika melihat kondisi dan jarak tempuh yang jauh dari pusat kota, baik kota Pandeglang maupun kota Serang (ibukota Provinsi Banten).
“Alhamdulillah, masyallah, tabarokallah,” ungkap Agustin [6/27/2021], penuh antusiasme, pada acara penutupan Haflah Akhirussanah Ikhtitamul Kutub Ma’had Al-Mu’awanah. Di saat, metode menghapal sedang diterpa isu tidak sedap oleh seorang intelektual muda yang dikenal secara nasional; MALNU masih mampu menunjukkan eksistensinya. “Merekam hafalan, seperti apapun materinya, tetap butuh usaha besar,” demikian ungkap Agustin dalam postingan akunnya.
Belajar tetap memerlukan sebuah proses yang panjang dan sulit. Untuk mencerna atau menalar sesuatu tetap memerlukan waktu. Kalaupun diminta berpikir cepat, itu namanya keputusan, bukan penalaran. Karena, penalaran memerlukan renungan, jeda, refleksi, dan pengendapan. Sehingga akan muncul kejernihan yang dihasilkan dari nalar pertimbangan atau nalar kesadaran. Bagi Agustin, lajang cantik yang telah mengawal proses belajar di MALNU Pusat sejak awal membuka program madrasah ini, ia sangat memahami proses itu. “Ada dua sistematika penulisan Kalam Arab, yaitu natsar dan nadzam. Nadzam adalah kalam yang berwazan dan bersajak. Sementara natsar adalah kalam yang tidak tergantung pada wazan dan sajak. (Tujuannya adalah, red.) menjelaskan maksud dan tujuan lebih mudah dan jelas,” tulisnya. “Konon katanya, meski sama-sama butuh usaha, menghafal teks model nadzaman lebih menyenangkan daripada menghafal yang berbentuk natsar.” Perjuangan yang tidak mudah dijalani oleh para santri di dalam proses mereka belajar. “Tapi anak-anak ini berhasil memenangkan keduanya; Nadzam Maqsud & Matan Safinatun Najah,” sebut Agustin dengan gembira.