Ambarawa-Net26.id Sajian alam dan suasana di lembah Ambarawa telah menarik minat semua bangsa. Dengan udara sejuk pegunungan, masyarakat tertib dalam kesantunan, serta menjadi jalur transit persimpangan antara gunung Ungaran di Utara, Kota Salatiga di Timur, Semarang di Utara, Magelang, dan Yogya di Selatan, kota Kecamatan Ambarawa menjadi ramai sejak masa Belanda. Terutama, setelah jalur darat mulai dibuka.
Ambarawa adalah kota yang menyimpan kenangan dan peristiwa. Sejarah Rawapening yang melegenda kisah tentang Mahesa Jenar. Belanda telah menjadikannya strategis ketika perang puputan Palagan Ambarawa membara. Romantisme Belanda juga menaruh budaya Bandungan yang juga baru bagi masyarakat Ambarawa yang beradat.
Kompleksitas Ambarawa tidak seadem Kota Salatiga sebagai kota pensiunan. Kota tempat usia lanjut menghabiskan sisa-sisa waktu, meskipun sekarang sudah pula berubah warna dan fungsinya. Tidak seriuh Kota Semarang sebagai pelabuhan dan pusat perdagangan sejak masa purba.
Pondok Pesantren Baitul Quran Aswaja yang didirikan oleh KH Aan Hidayat memiliki visi yang kuat dengan menanamkan Al Quran bagi santri-santrinya. Mereka menghapal Al Quran sejak dini, menggembleng diri untuk menjadi duta-duta Al Quran yang baik.
Dari cikal ini, ia membangun gerakan-gerakan tersistem. Menyajikan satu tampilan yang sedap dipandang mata. Melepaskan ikatan belenggu masa lalu yang telah menanam dalam-dalam memori kolonialisme.
Jika tasawuf berbicara tentang pembersihan hati, maka kiranya Pondok Pesantren Baitul Quran Aswaja dapat menghapus dan mengikis habis tanaman-tanaman benalu neokolonialisme yang kini mulai berani membajak organisasi, seperti merawat wajah proyek budaya Bandungan, tembok Benteng Willem I, Rawapening, dan lembah-lereng gunung Ungaran-Telomoyo di masa lalu.
Budaya Ambarawa harus dikembalikan lagi seperti sediakala. Mengembalikan semangat heroisme Palagan kaum santri dengan strategi dan pengembangan yang berbeda sesuai zaman.
Baitul Quran harus menjadi cermin budaya masyarakat, baik fisik maupun nonfisik.
Pada tahun keempat Pondok Pesantren Baitul Quran Aswaja ini, KH Aan Hidayat telah meletakkan fondasi kealquranan sebagai pijakan dasar meratifikasi budaya, menghimpun kegiatan-kegiatan keorganisasian, serta memproyeksikan generasi-generasi baru yang tumbuh dan tangguh dalam respon yang lentur terhadap perubahan zaman yang membutuhkan bahasa dan paribasannya.