Apapun bentuk kuenya, namanya tetap Gapit!
Cirebon-Net26.id Lelaki muda dengan ketenangan maksimal itu seperti tanpa ekspresi. Sejak dini, disiplinnya sudah terlatih. Waktunya dihabiskan untuk mendaras Al Quran dan mengurus usaha kue kering, Gapit24, di Jalan Battembat (Pejagalan), Tengah Tani, Kabupaten Cirebon.
Kesannya memang seperti remaja cupu (culun punya), tapi ternyata dia suhu. Suhu di bidangnya di dalam mengatur laju roda usaha. Terutama, di dalam menjaga selera usaha warisan orangtua. Kemampuan itu, meskipun bersifat warisan, tetap saja sulit, karena setiap pengalaman orang berbeda-beda. Seperti pengalaman orangtua berbeda dengan pengalaman anak cucunya. Masing-masing memiliki tantangan.
Siapa tak kenal kue kering gapit pada zamannya. Mungkin, sekarang, sudah mulai kurang didengar. Atau, hanya menjadi konsumsi dan komoditas pada hari raya Idul Fitri saja. Sebutannya pun tidak setenar seperti panganan ringan lain seperti tape, brem, peuyeum yang sudah populer. Namun, di tangan direktur muda Ardi (Ahmad Mawardi, 20 tahun), gapit menjadi panganan bergengsi dengan selera sultan.
Sejarah kue kering gapit seiring dengan kehidupan masyarakat Cirebon di masa kesultanan. Kue gapit hadir sebagai pelengkap acara di hari-hari besar keagamaan. Terutama, hari raya Idul Fitri. Biasanya, masyarakat Cirebon mengenalnya dengan Jaburan. Makanan pelengkap selera. Di samping, makanan-makanan ringan lainnya seperti lemper, oncom, dan lain-lain.
Cirebon termasuk kota dengan tradisi dan kekayaan khazanah kuliner. Kota ini sudah ramai sebagai kota pelabuhan sejak masa Sunan Gunungjati pada abad ke-16. Di Indonesia, kekayaan khazanah kuliner umumnya terdapat di kota-kota pelabuhan seperti Bandaaceh, Medan, Pekanbaru, Palembang, Banten, Jakarta, Cirebon, Semarang, Juwana, Lasem, Tuban, Surabaya, Banyuwangi, Pontianak, Samarinda, Makassar, Ambon, Jayapura, dan lain-lain. Pelabuhan merupakan tempat persilangan budaya dan bertemunya beragam suku-bangsa.
Pria muda itu sudah duduk di kursinya dengan buku catatan-catatan keuangan dan pesanan. Sejenak waktu, ia menghela napas kemudian membuka mushaf kecil Al Quran. Tak jarang, ia juga membuka-buka smartphone miliknya, membuka aplikasi Al Quran. Intinya, selain memeriksa pembukuan, mengecek kesiapan pesanan gapit ke luar kota, tugas utama Ardi adalah menghapal Al Quran dan menjalankan roda usaha industri rumah tangga itu.
Ada keunikan tersendiri yang bisa didapat dari sosok eksentrik ini. Dia penyuka cerita pendek dan bersambung, baik melalui tulisan-tulisan berbentuk aplikasi maupun cerita-cerita melalui audio. Kenapa dia tidak tenggelam dalam permainan game online seperti kebanyakan anak-anak zaman sekarang? Atau, menonton Tik Tok dan YouTube? Nah, seperti dirinya yang sedang memelihara selera sebagai salah satu syarat untuk menjadi kreator. Bukankah seorang kreator membutuhkan sentuhan seni, bahkan seni memimpin dan mengatur?
Cirebon, 1 Juni 2022.