Bagi santri-santri Pondok Pesantren Madrasatul Quran (MQ Tebuireng) Jombang, istilah merangkap sudah tidak asing lagi. Sebutan itu disematkan kepada santri-santri yang mengikuti program-program menghapal Al Quran (tahfidh) dan sekolah di madrasah. Mereka disebut santri-santri merangkap. Sementara santri-santri yang sekolah saja atau menghapal saja, mereka disebut “tahfidh murni” untuk membedakan kapasitas mereka.
Oleh karena itu, kerja-kerja rangkap dan mobilitas tinggi justru tumbuh subur untuk bersikap progresif dalam segala aktivitas. Tidak suka nganggur terlalu lama, bahkan yang mengikuti program merangkap itu justru terlihat cepat dalam menghapal Al Quran bila dibandingkan hanya dengan menghapal saja. Hanya saja, di dalam pesannya, KHA Mustai’in Syafiie menekankan: baik sekolah maupun menghapal, keduanya jangan dibuat sambilan. Semuanya harua diseriusi sehingga tidak ada yang kalah salah satunya. Sebab, di kemudian hari selepas dari pondok akan muncul skala prioritas dalam aktivitas, mana yang harus didahulukan? Hafalan ataukah ilmu-ilmu yang didapat dari madrasah? Kalau urusan ngimami, hapalan yang didahulukan. Tapi, kalau sudah urusan meluruskan bacaan Tajwid, ilmu yang didahulukan.
Mendaras dan Wirausaha
Namun, agaknya, program-program merangkap tersebut seperti membekas (atsar) dalam aktivitas-aktivitas di kemudian hari. Semangat tinggi, mobilitas tinggi, seperti sudah menjadi kebiasaan, seberat apapun aktivitas tersebut. Ada banyak contoh alumni-alumni MQ Tebuireng yang progresif. Seperti KH Salmanuddin Yazid, di samping sebagai pengasuh pesantren juga sebagai Ketua Tanfidziyah PCNU Kabupaten Jombang. Itu salah satu contoh saja. Mereka progresif, tidak malas.
Demikian pula dengan Buya Uki Marzuki yang memiliki mobilitas tinggi yang sulit diikuti. Di samping sebagai Pengasuh Pesantren Sukunsari, Weru, Cirebon, ia juga tercatat menjabat sebagai Sekretaris Jenderal LESBUMI PBNU, memiliki beberapa perusahaan, Ketua Yayasan Al Biruni, serta aktivitas-aktivitas sosial lainnya. Ringan kaki dan ringan tangan untuk membantu orang lain.
Kini, Buya Uki Marzuki juga menjadi Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Cabang Kabupaten Cirebon. Hal ini membawa dirinya dapat bergaul dengan pengusaha-pengusaha lokal, nasional, bahkan internasional. Ia melirik potensi-potensi pesantren yang sangat besar, baik dalam ketersediaan sumberdaya. Soal modal finansial, itu urutan kesekian. Yang penting, modal tekad dulu. Modal tekad itu kalau tidak terbina sejak dini akan sulit menumbuhkan etos. Syukur, etos itu sudah menjadi bagian tak terpisahkan di MQ Tebuireng yang diawali dari merangkap itu.
Jadi, santri itu pada dasarnya tidak jumud. Mereka progresif, meskipun di pondok turuan. Tidak ada silang sengketa antara mendaras dan berusaha.
Dibutuhkan Katalog Alumni
Bagi Buya Uki, pertemuan silaturahim paraalumni MQ Tebuireng setiap akhir Syawal merupakan ajang yang positif. Banyak manfaat. Namun, karena keterbatasan jarak dan waktu akhirnya sering terjadi pasang surut. Pertemuan tersebut harus dinamis, sebagaimana yang diharapkan oleh KH Edy Musoffa Izzuddin.
“Maka, alangkah baiknya jika dibuatkan semacam katalog produk dan aktivitas paraalumni yang bisa di-update. Sekarang zaman digital, katalog itu bisa dipamerkan di ajang forum alumni. Aktivitas dan produktivitas seperti apakah yang sudah dilakukan? Sehingga semacam lomba atau musabaqah untuk ditampilkan setiap Akhir Syawal. Dengan partisipasi demikian, diharapkan akan tumbuh semangat baru,” tutur Buya Uki, “Ini bisa jadi langkah-langkah marketing. Anak-anak zaman now bilang, marketing is everything!”
Cirebon, 30 Mei 2022.