Jakarta-Net26.id Sosok guru bangsa Indonesia, Allah yarham, Prof. Dr. KH Ahmad Syafi’i Ma’arif atau sering disapa Buya Syafi’i itu, sangat membekas di hati warga Nahdliyyin, sebutan untuk warga kultural NU. Buya Syafi’i adalah sosok sejarawan yang benar-benar mengerti sejarah. Ia pernah mengatakan, “Muhammadiyah memang lebih dahulu lahir tahunnya, tapi NU lebih tua.” Hal ini menyatakan: Buya Syafi’i sangat menghargai tradisi dan budaya Indonesia.
Yenny Wahid, puteri KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menulis di Fanpage-nya, Jumat, 27/5/2022;
“Buya Syafei dan Gus Dur adalah 2 tokoh yang berjasa mendekatkan hubungan antara Muhamadiyah dan NU, yang sempat kurang harmonis karena perbedaan posisi politik maupun persoalan amaliyah keagamaan.”
Namun, humanisme yang sama-sama menjadi visi Buya Syafi’i dan Gus Dur adalah yang merekatkan keduanya. “Persamaan visi kebangsaan, serta kerapnya pertemuan diantara mereka berdua, membuat hubungan antara kedua lembaga menjadi mesra.”
Antara Buya Syafi’i dan Gus Dur sama-sama memahami latar belakang sejarah perbedaan yang dilahirkan oleh kaum orientalis Belanda yang menduduki Nusantara. Tujuan orientalis Belanda tersebut membuat dikotomi-dikotomi ilmiah yang berdampak pada level sosial. Ujungnya adalah konflik.
Menurut Yenny Wahid, “Baik Gus Dur maupun Buya Syafei lebih setuju dengan Islam sebagai inspirasi kehidupan umat dan masyarakat, dan tidak perlu diformalkan sebagai hukum negara, karena bisa terjadi diskriminasi terhadap warga negara Non Muslim.
Buya Syafei mengaku sering rindu Gus Dur, apalagi ketika beliau merasa kesepian dalam berjuang menegakkan toleransi di Indonesia.”
Tokoh NU lainnya adalah Buya Husein Muhammad. Tokoh gender dari kalangan pesantren ini mengenang saat-saat ia melempar kritik terhadap buku Buya Syafi’i yang diterima dengan lapang dada dan terbuka. Di saat yang lain, Buya Syafi’i sudah merevisi bukunya atas kritikan Buya Husein Muhammad tersebut.
“Alhamdulillah. Inilah kritik yang aku sampaikan kepada Buya. Dan luar biasa, Buya merespon dengan seluruh kejujurannya dan ketulusannya yang disusulkan dalam buku beliau. Ini sungguh mengharu biru. Teman saya Nurul Huda SA, mengirim copy annya. Terima kasih Huda,” ungkap Buya Husein Muhammad dalam Facebook-nya, Minggu, 29/5/2022.
Memang, sejak Buya Syafi’i Ma’arif wafat pada hari Jumat, 27/5/2022, tampak banjir ribuan ucapan belasungkawa dari warga Nahdliyyin yang turut merasa kehilangan sosok pemersatu bangsa itu di laman Facebook masing-masing.
Rizal, Senin, 30/5/2022, salah seorang santri dari Jawa Timur, menulis;
“Walaupun saya orang NU (ya walau cuma ngaku²), selain muassis NU dan beberapa tokoh NU yang menjadi tokoh idola saya juga punya dua tokoh idola dari kalangan Muhammadiyah.
Yaitu KH Agus Salim dan Buya Syafi’i Maarif. Beruntungnya kita dapat membaca “manaqib” beliau almarhum langsung dari orang² terdekatnya lewat tulisan tentangnya di sosial media dan jejak digital penuh kesederhanaan, kebersahajaan, dan kewibawaan yang terpancar dari sifatnya yang penuh welas asih, bijak, dan tulus merasai kemanusiaan.
Walau (katanya) warga Muhammadiyah gk tahlilan (dengar² ada yang tahlilan juga), kami secara individual sudah sejak tgl 27 Mei 2022 kmren terus membacakan tahlil utk beliau hingga tujuh hari ke depan.”
Semoga saja semua ungkapan tersebut tulus adanya dan dapat mengantarkan Buya Syafi’i bertemu dengan Rabb Al Alamin di haribaanNya.
Cirebon, 30 Mei 2022.