Pemilu serentak 2024 memang masih cukup lama. Tapi hawa panasnya sudah mulai terasa. Maklum, hajatan politik memang bukan sekadar memilih seorang presiden RI saja, tapi juga menentukan arah bangsa dan negara kita plus pendapatan masing masing pejabat yang menjadi pemenangnya. Ini sudah jadi rahasia umum di negeri kita. Kekuasaan memang berkait kelindan dengan uang. Pun, sebaliknya, uang punya peran besar menentukan strata kekuasaan. Syahwat perut ternyata sama kuatnya dengan syahwat kekuasaan. Ironi yang memilukan.
Ada banyak calon presiden yang diangkat ke ranah publik, baik melalui media media online maupun offline. Di antaranya, Bapak Prabowo Subianto, Bapak Anies Baswedan, Bapak Ganjar Pranowo, Ibu Puan Maharani, dan lain lain. Masing masing tentu punya kelebihan dan kekurangan. Tentu, rakyat Indonesia yang sekarang makin cerdas dan kritis akan bisa menilai kapasitas dan integritas masing masing.
Dalam tulisan sederhana ini, saya ingin mengajak pembaca, khususnya kalangan muslim/muslimah agar lebih hati hati di dalam memilih calon presiden. Sudah lama kita umat Islam hanya dijadikan alat dan komoditas politik. Umat Islam dirayu dan dimanja apabila pemilu di depan mata. Tapi, setelah hajatan pemilu usai, umat Islam pun ditinggalkan. Penguasa tak lagi peduli urusan umat Islam. Partai partai berebut jabatan menteri, komisaris BUMN, ketua MPR dan DPR, dan lain lain. Sekali lagi, rakyat dan umat hanya jadi penonton, bahkan korban dari rezim yang dipilih oleh mereka sendiri. Dari rakyat, oleh rakyat, untuk pejabat dan konglomerat. Itulah proses demokrasi kita sekarang. Sebuah demokrasi oligarki yang pemenangnya sudah dikantongi jauh sebelum pemilu itu digelar. Akankah pemilu 2024 nanti hanya memilih presiden yang ditentukan oleh oligarki? Semoga tidak.
Umat Islam khususnya, dan rakyat Indonesia umumnya, sudah hafal dengan perilaku dan permainan politik. Sayangnya, mereka tidak berdaulat untuk mengusung calon presiden mereka sendiri. Ambang batas 20 persen benar benar mengebiri sistem demokrasi kita. Itu demokrasi yang tidak demokratis alias demokrasi setengah hati. Malangnya, calon presiden harus punya modal minimal 9 T. Ini pasti tidak mungkin dicapai jika capresnya kere. Sungguh mahal ongkos jadi presiden di negeri ini. Padahal, gajinya selama 5 tahun tidak akan mencapai angka 9 T.
Saya hanya menghimbau kepada khususnya umat Islam, jangan menjual murah suara Anda di pemilu nanti. Jangan mau disuap. Jangan terbujuk oleh janji janji manis. Kapok sudah dikibuli terus menerus. Kita menderita. Kita sengsara. Mereka yang pesta pora. Terlebih warga NU. Kita harus jual mahal. Bukan dengan uang, tapi dengan memilih capres yang tepat, orangnya bersih, jujur, berani, bijaksana dan total membela rakyat. Berani mati matian memperjuangkan hak hak rakyat dan umat. Wallaahu A’lamu Bisshawaab.