Pagi-pagi, menjelang Subuh, Asep memulai “chatting” bersama Anita.
[20/7 04.06] Asep Kus: “He he kaya Tuhan. Tak ada tempat di hatiku. Hatiku sudah dipenuhi Tuhan dan harta.” [20/7 04.06] Anita: “Berarti kamu musyrik ya?” [20/7 04.07] Asep Kus: “Enggak juga. Hatiku sudah diperluas Tuhan.” [20/7 04.07] Anita: “Lah itu, Tuhan disandingkan dengan harta.” [20/7 04.08] Asep Kus: “Keinginan harta belum sirna di hati dan kepalaku. Perlu jikir yang banyak kali.” [20/7 04.09] Anita: “Gak boleh, Tuhan maha cemburu. Kalau disandingkan dengan harta nanti cemburu dia.” [20/7 04.09] Asep Kus: “Alloh Maha cemburu ya.” [20/7 04.10] Anita: “Ya iyalah.” [20/7 04.10] Anita: “Kalau hatimu diisi dengan harta berarti ada dua Tuhan di hatimu.” [20/7 04.10] Anita: “Dia akan marah.” [20/7 04.11] Asep Kus: “Sesekali Tuhan marah gak apalah. Marah Tuhan berarti tanda cinta.” [20/7 04.12] Anita: “Gitu ya?” [20/7 04.13] Asep Kus: “Mungkin. Bukankah kalau kamu melihat marah Anita, kamunya senang. Itu tandanya, Anita sayang padamu.”***
Lalu, Asep membentang sajadah dan sholat Subuh. Dia tak menghiraukan Anita lagi. Ia tak peduli, apakah Anita akan marah ataukah tidak.
Munajat
Ya Allah, betapa aku telah membuatMu marah. Mungkin, Anita benar dan aku yang salah. Selama ini, egoku yang kuanggap Engkau hanyalah nafsu.
Hatiku masih penuh dengan keinginan-keinginan harta. Padahal, Ya Allah.
Setiap hari, Engkau telah limpahkan banyak harta kepadaku. Makananku, nafasku, sawahku, bebekku, ayamku, kucingku, kambingku, rumahku, adikku, istriku, dan ibuku; tak pernah kuanggap sebagai harta darimu.
Itu karena harta di kepalaku cuma duit. Kalau tidak ada duit seperti tidak punya harta, Ya Allah.
Engkau cemburu dan aku telah membuatMu marah. Sehingga Engkau telah melalaikan aku dengan sibuk bergelut kemaksiatan. Sibuk memikirkan diri dan egoku. Aku tak menyadari selama ini, aku lalai sholat, lalai bersedekah, lalai tersenyum pada ibu, adikku, dan istriku adalah bentuk kemarahanMu padaku. Engkau membiarkan aku sendiri terlena. Engkau biarkan bebekku, ayamku, kucingku, padiku, tak terurus. Lalaiku adalah marahMu.
Tapi, aku masih menyia-nyiakan diri. Menganggap egokulah yang paling benar. MembiarkanMu marah padaku.
Ampunilah aku Ya Allah, Engkau yang Maha Cemburu. Tak ingin lagi aku isi hatiku selain Engkau. Padahal, Engkau selalu ada dan hadir untukku melalui mereka. Bebekku, ayamku, kucingku, kambingku, rumahku, adikku, istriku, ibuku.
Maafkan aku Tuhan yang telah membuatMu cemburu.
إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ
Sungguh sembahyangku, jalanku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.