Bapak-bapak, ibu-ibu yang kami hormati. Alhamdulillah, kita berjumpa kembali dalam bincang-bincang khusus mengenai tarekat Al Syadziliyah. Saya sendiri masih sebagai salik, masih mutashawwif, masih dalam perjalanan yang sangat jauh. Saya sendiri belum sampai, setengahnya perjalanan saja belum, hanya barangkali untuk menjelaskan secara kajiannya barangkali saya lebih bisa daripada guru saya yang di Tulungagung itu. Secara kajian, secara teori, barangkali saya bisa menjelaskan daripada guru saya Mbah Djalil yang di Tulungagung tapi dalam praktiknya saya separuhnya belum belum belum sampai perjalanan.
Tarekat Syadziliyah didirikan oleh seorang yang namanya Abul Hasan Ali Al Hasni ibn Abdillah bin Abdil Jabbar bin Tamim bin Hurmus bin Hatim bin Qushai bin Yusuf bin Yusya’bin Ward bin Ali bin Ahmad bin Muhammad bin Isa bin Muhammad bin Sayyidina Hasan bin Ali bin Abi Thalib Ra.
Jadi, Tarekat Syadziliyah didirikan oleh salah seorang keturunan Imam Hasan bin Ali, lahir di Kota Syadzlah Tunis kemudian hijrah ke Mesir, tinggal di Kota Mansyurah. Beliau di samping seorang syekh tarekat atau pendiri tarekat, juga beliau pejuang ketika Mesir diserang Perang Salib, juga Beliau ikut berangkat perang. Entah, bagiannya tukang dunga atau apa, wes pokoknya berangkat perang gitu loh. Entah, bagian profesinya dunga nggak apa-apa, kan? Pokoknya berangkat perang. Kemudian, Beliau seorang tuan tanah. Bukan Tuan tanah, maksudnya tanahnya luas. Pertaniannya cukup mapan dan murid-muridnya semua dihimbau untuk mengolah bumi untuk menggarap pertanian dalam rangka mengamalkan ayat Al Quran “Famsyu fi manakibiha”.
هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ الْاَرْضَ ذَلُوْلًا فَامْشُوْا فِيْ مَنَاكِبِهَا وَكُلُوْا مِنْ رِّزْقِهٖۗ وَاِلَيْهِ النُّشُوْرُ
“Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahilah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan, hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al Mulk ayat 15).
Boleh makan sekenyang-kenyangnya tapi jangan lupa bahwa kita akan kembali ke sana. Bukan hanya makan udah selesai gitu loh. Beliau tidak pernah mengarang atau menulis kitab, tidak. Bahkan, paling Beliau hindari adalah mengarang. Tidak mau. Paling-paling mengarangnya itu atau menulisnya itu dunga, doa, yang kita kenal dengan hizib. Hizib Nashor, Hizib Bahr, banyak sekali, Hizibul Birr. (Bersambung).