Geger “Dunia Persilatan” di Bumi Losari beberapa hari silam telah menarik-narik urusan mursyid thariqah. Pro dan kontra, bahkan beberapa chanel YouTube memberi label kata “Sesat” hanya karena perkara ikhtilaf tidak bertawasul dengan membaca surat Al Fatihah.
Jagad thariqah memang sering mengundang pro dan kontra, sama seperti jagad fiqh yang penuh dengan ikhtilaf ulama. Dan, di dunia ini memang banyak pro dan kontra.
Ada cerita seorang santri ketika masuk kuliah tidak mau masuk fakultas Syariah. Dia bilang, “Fakultas Syariah penuh dengan ikhtilaf, perbedaan pendapat.”
“Lalu, fakultas apa yang hendak dipilih?”
“Susastra saja, Adab.”
“O, gitu,” jawab sang teman, mengiyakan.
Beberapa tahun kemudian, si santri bertemu lagi dengan temannya.
“Gimana, jadi masuk Fakultas Adab?” tanya sang teman
“Jadi, tapi….”
“Tapi, kenapa?”
“Ternyata, sama saja.”
“Sama saja gimana?”
“Sama banyak ikhtilafnya. Kalau di Syariah ada Mazhab Syafi’i, Maliki, dan lain-lain….”
“Kalau di Fakultas Adab?”
“Ada Mazhab Kufah dan Mazhab Bashrah,” jawab sang santri, seraya garuk-garuk kepala.
Itu sekadar contoh kalau di setiap tempat selalu ada ikhtilaf, persulayaan. Jadi, gak usah gampang gumunan. Gampang heran.
Ada lagi potongan pernyataan Cak Nun (Emha Ainun Nadjib) yang menyebutkan tentang kelemahan-kelemahan seorang mursyid. Katanya, untuk menyelamatkan diri sendiri saja masih belum pasti masuk sorganya, apalagi untuk menyelamatkan orang lain (murid). Jadi, tidak ada jaminan seorang mursyid bisa menyelamatkan murid-muridnya dari neraka. Nah!
Dunia tak pernah akan habis dari perbedaan pendapat.
Syahdan, menurut sebuah pendapat, Gus Miek (KH Hamim Tohari Djazuli) percaya diri mengangkat dirinya sebagai mursyid tunggal dari majelis semaan Al Quran MANTAB yang dia dirikan. Tapi, menurut pendapat lain, Gus Miek tidak bisa mengaku dirinya sebagai mursyid tunggal, karena di majelis itu ada bacaan Dzikrul Ghafilin, kumpulan washilah dan aurad KHA Shiddiq Jember. Walhasil, perbedaan pendapat selalu ada.
Hanya saja, untuk menghukumi seseorang sesat atau kafir bukan urusan manusia. Hanya mengikuti pendapat yang lebih bisa dipercaya dan sharih. Memang benar, seseorang bisa dilihat atau dicari-cari kesalahannya pada zaman sekarang. Tapi, apakah ada jaminan kalau dia salah di mata Allah? Apalagi menjadi sosok figur di mata khalayak. Tentu, kesalahan-kesalahan akan mudah dilihat dari ucapan, perbuatan, atau ketika menyikapi sesuatu. Tidak usah jauh-jauh dari pandangan orang jauh yang tidak dikenal, orang dekat sendiri: apakah dia istri, anak, saudara, atau bahkan murid dapat menimbulkan fitnah. Bukankah Kanaan itu putera Nabi Nuh as? Bukankah istri Nabi Ayub as juga tidak patuh pada suaminya? Bukankah Abu Jahal dan Abu Lahab adalah paman-paman Rasulullah saw? Wallahul Musta’an.