Wakadol adalah toponimi yang lahir dari kultur Brebesan. Gaya tutur yang lugas, mengandung makna filosofi kebersahajaan. Tidak ada pemberontakan yang berarti, meskipun kata-katanya cadas. (Redaksi).
***
Slogan ” Badai pasti berlalu” ternyata dirasakan Wakadol sangat mempengaruhi cara pandang dan sikap dalam berbagai aspek kehidupan yang dianggap beban, baik urusan dunia maupun ubudiyah. Ketika sekolah ingin segera tamat. Ketika kerja berharap supaya cepat pulang. Ketika sholat taraweh Wakadol merasakan ingin segara cepat selesai sehingga kehilangan makna. Ketika puasa inginnya segera maghrib. Ketika ngaji ingin segera khatam sehingga hampa.
Maka, tidak heran ketika urusan ini menjadi problem ranjang, slogan “badai cepat berlalu” ternyata dipahami salah, berimbas pada ejakulasi dini. Wakadol baru ngeh, bahwa sebuah slogan memiliki dua tafsir yang berbeda.
Brebes, 30 April 2020.
Manusia pada umumnya mudah tergiur, mungkin karena ia punya air liur, atau bisa jadi belum cukup umur, atau ia belum pernah kecebur sumur, yang jelas ia belum masuk kubur.
Maka, wajar hidupnya selalu ingin terhibur seperti adegan syur, memenuhi keinginan tanpa diukur, walau risikonya setiap ditagih ia akan kabur. Ia tidak pernah pandai bersyukur, sehingga manusia cenderung kufur, setiap hari pikirannya ngelantur, memikirkan apa yang bisa membuatnya makmur, walau ia harus berbuat sesuatu secara tidak jujur, sekalipun harus bersengketa dengan teman dan sedulur.
Begitulah hidup yang kita jalani dari pagi hingga waktu sahur, kalau tidak disadari akan membuat manusia hancur, karenanya sudah saatnya manusia mulai nandur, menata hidup sekalipun harus mundur, demi untuk mendapatkan hidup yang lebih teratur dan subur, walau harus berkubang dalam tanah dan lumpur.
Semua itu merupakan jalan menuju hidup yang luhur, dengan selalu memohon petunjuk dari Yang Maha Luhur, dengan cara demikian manusia akan pandai bersyukur, selalu mendengarkan orang alim bertutur, agar mampu menyatukan kata dan perbuatan melebur, akal dan hatinya selalu berzikir dan tafakur.
Sembari melihat keindahan alam ciptaan Tuhan sebagai cara bertadabur, mengasah ketajaman mata batin sebagai alat ukur, semoga dengan demikian manusia tidak mudah tergiur, mampu memenuhi kebutuhan hidup secara lebih teratur dan terukur, tidak mudah tertipu kemegahan dunia walau menjanjikan hidup makmur.
Semuanya jangan sampai seperti ungkapan nasi sudah menjadi bubur, sebuah penyesalan yang akan dialami sepanjang umur, bila hidupnya tidak diarahkan kepada Tuhan Yang Maha Bersyukur.
Brebes, 21 Juni 2021.
Ketika berada di posisi puncak, atas angin, hidup sukses seseorang akan mampu memotivasi, menasehati, memberi contoh sebuah kemapanan, sebaliknya ketika berada pada titik terendah, bawah angin, hidup susah seseorang sulit diberi motivasi, nasehat maupun contoh perjuangan keluar dari kemelut.
Brebes, 11 Mei 2022.