Dia tengah terbaring lemah di ranjangnya. Tapi wajahnya tetap terlihat cerah. Aku termenung duduk di sampingnya. Melihat beberapa senior yang juga sesekali berseliweran di ruangan itu. Hampa. Karena, aku masih menunggu candamu yang biasanya meledak-ledak itu.
Fudin visioner sekali. Sungguh. Dulu, ketika episode pertama “Spongebob” muncul di televisi, dia nyelethuk kepadaku. “Kartun ini bagus, bakal terkenal” katanya. Selain hobi, kami yang nonton “Dragonball” bersama di hari libur, sesekali kami juga “menganalisa” kartun lain. Sebut saja ada “Ranma ½” atau juga Öne Piece”. Ya hitung-hitung kalau bahasa sekarang, self healing katanya.
Matanya terbuka. Namun, dia memandang dengan tatapan kosong. Aku dan beberapa orang yang hadir ikut menatapnya. Suasana seketika hening. Namun, tak lama kemudian, teriakanmu membuat orang-orang memegangmu kuat. Kata-kata yang keluar darimu sudah tak mampu lagi kuterima dengan akal sehat. Inikah kamu sebenarnya? Meracau, sumpah serapah dan meraung seperti ingin lepas dari sesuatu, ah sobat. Ada apa sebenarnya denganmu?
Hingga detik ini, ingatan itu masih ada di otakku. Menyisakan banyak tanya. Bagaimana mungkin kecerdasan dan ketelatenanmu tak mampu lagi melawan derasnya nafsu dan akal. Aku hanya takut, saat seperti ini, di tengah banyaknya penghafal Al-Quran. Tua, muda hingga balita berlomba kepadanya, namun dibaliknya, mereka tetaplah pribadi yang rapuh dengan akal dan nafsunya? Ah, biar saja ini sebatas tanya dan khawatir dariku, toh nantinya akan dijawab sendiri oleh masing-masing pribadinya. Walaupun aku sudah menemukan faktanya, bahwa muridku yang sudah hafal Al-Quran (baru) tiga juz lebih cepat itu, sudah berani melabeli guru lain dengan kata laknat di status media sosialnya. Aneh bukan sobat? Sebuah ironi yang belum mampu kujawab tanpamu.
Beberapa senior mengabariku, nanti malam ada seorang santri yang mau mengunjungimu. Dia dari Kediri. Dari perjumpaanmu dengannya, aku menyimpulkan banyak hal darimu. Semoga nanti malam engkau bisa segera membaik sobat. Dan, kembali bermain bola dengan hebat, seperti biasanya engkau di hari Jumat. Sebuah kerinduan untuk kembali melihatmu sehat kembali, saat itu.