Usianya masih muda. Sudah dipercaya mengasuh sebuah pesantren. Di daerah Cinere. Bicaranya lugas. Tegas dan terstruktur. Banyak sosok yang senang dengan bagaimana beliau berbicara. Masih muda, namun sudah banyak memberi manfaat kepada sesama. Gus Khoirul Fahmi namanya.
Malam itu, saya dan beberapa teman menemui beliau. Atas “undangan” beliau. Bertemu di lobby hotel di tengah kota. Dan seperti kemarin adanya, kami hanya ingin bertemu dan melepas obrolan saja.
Terakhir kali berjumpa beliau di kediamannya. Rumah yang “sambung” dengan pesantrennya. Ada beberapa santri yang sedang menghafal al-Quran di sana. Pesantrennya terbilang out of the box. Berada di tengah perumahan, karena memang dulunya adalah sebuah rumah yang diwakafkan kepada beliau. Dari seorang pengusaha hotel di Surabaya.
Malam itu, beliau bercerita bagaimana wakaf rumah itu beliau dapatkan. Berawal dari menjadi khotib salat jumat di sebuah masjid. Ketika selesai, ada seseorang yang menghampiri beliau. Sama-sama tidak mengenal. Tiba-tiba orang tersebut mengundang beliau untuk mengisi sebuah pengajian. Sebuah ketertarikan awal yang dimulai dari sebuah dakwah sederhana, rangkaian kata-kata. Beliau memang sejak dari Pondok Pesantren Madrasatul Quran atau MQ Tebuireng sudah menjadi “langganan” orator. Juara muhadloroh dari tingkat kamar hingga pondok, telah beliau raih. Jadi kalaupun sekarang menjadi pengasuh pesantren karena barokah “muhadloroh”-nya, wajar adanya.
Pertemuan dari pengajian itu berlanjut pada sebuah pembicaraan serius. Sang pengusaha memberikan wakaf sebuah rumahnya di Cinere. Daerah yang Qodarullah, dekat dengan rumah beliau juga. Maka disinilah Allah menjalankan rencana-Nya. Rumah tersebut hingga kini, menjadi sebuah pesantren Quran di tengah kota besar, seperti sebuah oase di tengah padang pasir yang tandus.
Sebuah Kolaborasi
Pertemuan di hotel malam itu sebenarnya ada agenda lain. Sebuah “pertemuan” yang beliau agendakan. Bertemu salah seorang muridnya. Murid ketika di Jakarta. Namun sekarang pindah ke Surabaya. Putri salah seorang petinggi Ormas Islam terbesar di Indonesia. Misinya, membuat sebuah program podcast yang berbasis agama. Anak-anak muda yang sedang “bergairah” dengan ribuan tanya, namun tetap ingin dalam koridor dan norma agama. Maka, teman-teman alumni, diberdayakan untuk mengisi setiap tema yang diajukan, tapi tetap dengan kemasan yang lebih segar. Mereka ingin yang sesuai anak muda katanya. Tidak kaku. Tidak mudah menghakimi. Namun tetap mengangkat isu yang trending saat itu.
Percakapan berjalan renyah dan hangat. Cukup lama. Hingga beberapa dari kami menyerah karena kantuk yang melanda. Alhamdulillah sebelumnya, Gus Fahmi sudah memulai episode posdcast perdananya. Sukses. Dan diputuskan, teman-teman alumni siap memback-up podcastnya.
Santri, dalam setiap keadaan, akan dihadapkan pada sesuatu yang baru. Entah disukai atau tidak, maka yang mampu beradaptasilah yang mampu mengatasinya. Di era serba digital ini, santri dituntut mulai merubah dan merancang dakwah yang lebih “sesuai” zamannya, namun tetap dalam track norma yang telah ada. Gus Fahmi, sudah banyak melakukannya. Mendampingi artis dan anak pejabat dalam memahami agama secara sederhana, hingga menunggu setoran dan mengajari ngaji jamaah masjid yang telah berusia senja. Semua adalah karena keberkahan al-Quran dan doa dari para guru di pesantren. Semoga sehat selalu untuk Gus Fahmi. Semakin bermanfaat untuk umat, dan menginspirasi santri yang masih mencari jati dirinya.
Allahummarhamnaa bil Quran.