Dalam menulis dan merumuskan Muqaddimah Qonun Asasi NU 1926, Hadratussyekh KHM Hasyim Asy’ari sudah melakukan upaya-upaya khtiyari-ijtihadi. Hal-hal yang berkaitan dengan pula dengan upaya-upaya spiritual (dalam bahasa pesantrennya tirakat). Jadi, persoalan sufistikasi tersebut sepakat atau tidak sudah selesai. Bagi kalangan warga NU, meyakini: Hadratussyekh juga ahli tirakat.
Dalam menulis dan merumuskan Muqaddimah NU 1926, meskipun sudah memiliki ijazah segudang dari berbagai pesantren, tempat belajar, dan Mekah tentu memiliki ideanasi dari buku-buku yang dipelajari dan diterima dari guru-gurunya. Sehingga memiliki latar belakang pemahaman yang mendalam tentang agama dan ajaran yang diterima olehnya dari guru-gurunya. Boleh jadi, ide-ide yang diterapkan Beliau di Indonesia merupakan catatan-catatan kaki dari guru-gurunya seperti Syekh Ahmad Khatib Sambas, Syekh Nawawi Al-Bantani, dan lain-lain. Namun, Beliau memiliki hak dan kuasa pada dirinya yang dianugerahkan oleh Allah Ta’ala melalui tangannya untuk menuangkan ide-idenya ke dalam pokok-pokok hidup beragama umat Islam di Indonesia. Beliau tidak melepaskan realitas ketika sedang menulis.
Fiqh empat mazhab yang dicanangkan oleh Beliau bukan sesuatu yang baru saja Beliau dapat ketika belajar di Mekah. Namun, merupakan realitas mayoritas umat Islam yang ada di Indonesia. Tradisi yang sudah lama berlangsung. Hanya saja, rumusan-rumusan tersebut mendapat sandaran ilmiahnya ketika Beliau belajar di Mekah. Dengan kata lain, umat Islam di Indonesia (Nusantara dulunya) sudah menganut ajaran Ahlus Sunna wal Jamaah, tapi Hadratussyekh yang merumuskan dan memformulasikan kembali materi-materi pengetahuan dan pengalaman umat Islam Indonesia tersebut ke dalam sebuah manhaj, yang secara sistematis dapat digerakkan oleh sebuah sistem organisasi bernama NU. Kekuatan sistematis tersebut, baik nyata atau tidak nyata, dapat disatukan dalam satu kesatuan ideologi dan emosional sebagaimana Muqaddimah Qonun Asasi NU 1926.
Lalu, dimanakah letak perubahan-perubahan dan elastisitas Muqaddimah Qonun Asasi NU 1926 tersebut? Secara sadar atau tidak, perubahan dan dinamisasi tersebut berjalan seiring waktu. Respon-respon aktif NU secara organisasi terhadap realitas adalah artikulasi dari kesadaran-kesadaran yang selalu muncul. Selalu ada. Sebagai teks yang hidup, Muqaddimah Qonun Asasi NU 1926 selalu berjalan, sebagaimana selalu dipahami dan diyakini oleh semua warga NU.