Adab dapat diterjemahkan sebagai etika atau tatakrama. Meskipun, adab dalam terma agama tidak hanya merelasikan antara anak terhadap orangtuanya, siswa kepada gurunya, yang muda terhadap yang lebih tua, dan seterusnya. Adab juga merelasikan antara seorang hamba kepada Tuhannya. Pada tataran lebih luas, adab menjadi bagian dari pengajaran akhlak.
Dalam pola dan praktik praktik pendidikan, adab diterjemahkan ke dalam sistem sosial yang mengikat, baik diambil dari norma norma agama maupun norma norma adat yang tingkat implementasinya berbeda beda di setiap daerah. Ada yang longgar dan ada yang ketat. Dalam keterikatan ini, sering mengalami tumpang tindih antara norma yang disepakati secara sosial dengan norma yang diambil dari sumber sumber tertentu, seperti tulisan tulisan (sastra) masa lalu. Dari adab atau etika tersebut, diharapkan akan muncul suatu sistem sosial yang teratur.
Demikian pula dalam sistem pendidikan nasional, sangat menekankan adanya relasi lembaga lembaga pendidikan dengan lingkungannya, karena pendidikan harus nerimonyo lingkungan. Tidak semata relasi siswa dan guru.
Namun, penilaian tidak diambil dari hasil proses yang diharapkan. Bukan pada pendidikan. Melainkan, hasil pencapaian. Meskipun, hasil pencapaian tersebut harus mengorbankan harapan semula dari pendidikan. Dan, herannya, tolok ukur dari pencapaian tersebut adalah pintar dan tidaknya seorang peserta didik. Padahal, kepintaran tak lebih dari sekadar bonus karena kegigihan dan keuletan peserta didik dalam menempuh pendidikan.
Sejauh ini, dunia pendidikan hanya dipandang dari satu sudut saja, jika tidak subjektif (tradisional), maka objektif (umum) menjadi pilihan. Pola pendidikan umum lebih mengutamakan pandangan objek dengan peserta didik sebagai objeknya. Peserta didik dinilai secara objektif atas perkembangan dan pencapaian yang telah ditempuh olehnya selama menjadi proses pendidikan. Sebaliknya, pola pendidikan tradisional lebih mengutamakan subjektivitas peserta didik selama menjalani proses pendidikan tersebut sehingga capaian capaian secara objektif tidak menjadi perhatian.
Sudah seharusnya, proses pendidikan ditinjau dari dua sisi, subjektif dan objektif, tersebut. Karena, kesalahan kesalahan tidak dapat dilihat hanya dari satu sisi, melainkan dari dua sisi secara bersamaan.