Sabtu, 9 Maret 2024, bertempat di Desa Pekukuhan, Mojosari, Mojokerto, telah dilaksanakan Haul ke-22 KHM Moenasir Ali. Kiai Pejuang yang memiliki banyak peran penting di kancah militer dan pemerintahan.
Menurut K.H. Agus Sunyoto, ada dua unsur besar pembentuk TNI, tentara eks-KNIL dan eks-PETA. KNIL adalah tentara pribumi yang dibentuk oleh Pemerintah Hindia Belanda dan PETA adalah tentara pribumi yang dibentuk oleh Pemerintah Pendudukan Jepang. Adapun unsur unsur tentara PETA yang dibentuk oleh Pemerintah Pendudukan Jepang tersebut diantaranya adalah Heiho, Hizbullah (di bawah koordinasi Masyumi sebelum menjadi partai politik), dan Sabilillah di bawah koordinasi Nahdlatul Ulama (NU). Di samping unsur unsur tersebut, terdapat laskar laskar yang dibentuk oleh kiai kiai pesantren dengan ragam nama dan sebutan sebagaimana Laskar Condromowo yang dibentuk oleh KHM Moenasir Ali di Mojokerto. Seorang santri Hadratussyekh KHM Hasyim Asy’ari dari Pesantren Tebuireng. Di kemudian hari, Laskar Condromowo tersebut menjadi cikal bakal terbentuknya Kodam V Brawijaya.
Menurut Ahmad Baso, ibarat menonton film the Patriot (2000) yang dibintangi oleh Mel Gibson, maka TNI sejatinya adalah tentara tentara milisi pesantren yang dipersenjatai untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia yang masih lemah dari aspek pertahanan negara. Sebab, negara belum mampu menggaji tentara dengan layak sebagaimana sekarang. Dengan kata lain, tentara tentara milisi pesantren tersebut adalah tentara sukarela yang ikhlas berjuang, membela tanah air dan bangsa.
Dapat disebutkan dua tokoh inisiator terpenting dalam pembentukan tentara tentara milisi pesantren tersebut adalah KHA Wahid Hasyim dan K.H. Mahfudz Siddiq. Dua sejoli dari Pesantren Tebuireng yang melakukan diplomasi kepada Kaisar Hirohito di Jepang untuk meyakinkan jika tentara milisi pesantren siap melakukan Perang Asia Timur Raya.
Menurut K.H. Abdul Hamid pada ceramah Haul Akbar KHM Moenasir Ali ke-22 tersebut, meneladani KHM Moenasir Ali dapat dibaca dari perjalanan karir hidupnya. Bermula dari menjadi santri Hadratussyekh KHM Hasyim Asy’ari di Pesantren Tebuireng, ia ditempa untuk berjiwa patriot dalam membela tanah air dan bangsa. Kemudian, menjadi komandan gerilya Batalyon Condromowo dengan kode Batalyon 39, selanjutnya Batalyon 519. Dari karir militer ini, ia pensiun dini dengan pangkat terakhir Mayor. Selepas dari militer, ia berkiprah di DPR/MPR RI, mendirikan PERTANU, kemudian menjadi pendiri dan ketua pertama Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).