Tepat pada tanggal 19 Ramadhan 1441 H, dia muncul di layar televisi, menjadi pembicara program “Sinau Nang Omah” pada salah satu stasiun televisi swasta dengan tema “Meraih Keberkahan dengan Hormat dan Patuh Kepada Orang Tua dan Guru” yang ditayangkan secara langsung. Dia berhasil menjelaskan materi secara detail, lugas, dan jelas untuk menjawab setiap pertanyaan dengan lancar dari pemandu acara maupun pemirsa. Dari penampilannya di layar kaca, ada harapan besar di masa yang akan datang: dia memiliki talenta dan akan menjadi pengisi acara kajian keislaman terkenal di televisi maupun forum-forum sejenis.
Ibrahim Al Hakim namanya. Ia berasal dari Sidoarjo. Ia menamatkan pendidikan dasarnya di Sidoarjo. Setelah menamatkan sekolahnya di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Jabal Noer Geluran Taman, dia melanjutkan pendidikannya di Pesantren Madrasatul Quran Tebuireng pada 2007.
Hakim, demikian biasa disapa, termasuk golongan santri yang cepat dalam menghafal al-Qur’an. Ia menyelesaikan hafalannya kurang lebih dua tahun, berkat bimbingan tangan dingin Ustadz Ahmad Nur Qomari. Hakim mampu menyelesaikan hafalannya pada tahun 2010 dan dibaiat pada wisuda hafidh XXI tahun itu juga.
Selepas Aliyah, Hakim melanjutkan studi sarjana di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya pada Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyah. Di samping kuliah, putera pertama dari lima bersaudara ini juga rajin ikut berorganisasi. Dia memilih di jalur organisasi yang menaungi para huffadh, di bidang Unit Pengembangan Tilawatil Quran (UPTQ). Di organisasi ini, tertempa motivasi yang bermotto “Kuliah Yes, Ngaji Yes, Aktifis Yes”. Di organisasi ini, Hakim mengembangkan kemampuannya, sekaligus memperbanyak interaksi bersama tokoh-tokoh yang bergelut di dunia al-Qur’an, sehingga potensi yang ada di dalam dirinya pun terbaca dengan sangat baik oleh senior-seniornya antara lain Buya Ahmad Fahruddin Fajrul Islam, Dr. Saifuddin Noer, dan Gus Sabiq Izzuddin. Dan, berkat bimbingan dari para seniornya tersebut, Hakim menjadi kader yang berkualitas dan militan. Hakim berhasil menjadi ketua organisasi ini pada periode 2014-2015.
Kini, suami dari Ning Alfin Nuri Azriani ini mengabdi di SMP Khadijah, Surabaya, sekolah di bawah naungan muslimat NU, sebagai guru Pendidikan Agama Islam dan guru Al Quran. Di samping mengajar, Hakim juga melanjutkan kuliah strata dua di kampusnya dulu Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel, Surabaya, pada program studi Pendidikan Agama Islam. Kesibukan lainnya adalah menjadi konsultan, mentor, motivator penghafal al-Qur’an di beberapa lembaga pendidikan; salah satunya adalah menjadi sekretaris Kualita Pendidikan Al-Quran (KPQ). Sebuah lembaga konsultan pendidikan al-Qur’an yang lahir dan dimotori oleh Alumni Madrasatul Quran (MQ) Tebuireng.
Bapak satu anak ini, mempunyai talenta menulis yang juga bagus. Tulisannya tentang kajian “Tafsir Al-Quran Aktual” yang diasuh oleh KHA Musta’in Syafi’i. Tulisannya yang tayang di laman “Facebook” sangat ditunggu-tunggu oleh para alumni MQ Tebuireng. Dari hobi posting tersebut akhirnya Hakim melahirkan sebuah karya pertamanya, berupa buku yang diberi judul “Mengapa Menghafal Al-Qur’an”. Sebuah buku yang dihadirkan sebagai jawaban dan refleksi atas fenomena “menghafal al-Qur’an” yang akhir-akhir ini semakin digandrungi masyarakat Indonesia.
Cita-cita terbesarnya adalah mempunyai lembaga pendidikan al-Quran sendiri yang akan dikelola bersama saudara-saudaranya, karena kebetulan ke-4 saudaranya semuanya berada di jalur “hafidhul Quran”. Semoga cita-cita besarnya akan segera terwujud.