Tepat pada tanggal 10-10-2020 diresmikanlah sebuah bangunan kecil yang bisa dinamakan musholla, berukuran 8X8 meter yang terletak di tepian sungai Kelingi. Sungai yang membelah Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan.
Musholla tersebut beralamatkan di jalan Bengawansolo, daerah yang terkenal dengan sebutan “Texas”, karena “memiliki tingkat kriminalitas yang cukup tinggi”. Terutama, dalam peredaran obat-obatan terlarang khususnya narkoba jenis Sabu. Banyak warga daerah yang kemudian menggantungkan hidup mereka dari bisnis haram tersebut, mulai dari anak-anak, orang dewasa, tua muda, laki-laki dan perempuan, perawan atau bujang, janda maupun duda, kakek-kakek dan nenek-nenek. Semua ikut ambil bagian.
Tak terhitung jumlah Bandar (BD) Narkoba yang muncul di daerah ini, dari pengedar paket kecil sampai yang besar. Acapkali kepolisian daerah setempat menciduk orang-orang yang terlibat di dalam pusaran bisnis haram ini, namun seolah tak pernah habis. Mereka bergelut dengan satu alasan, ”uang”.
Bagi mereka, bisnis Narkoba begitu sangat menggiurkan, kerja bisa santai dengan perolehan uang yang banyak, tanpa harus membanting tulang, sedangkan risikonya hanya berhadapan dengan pihak kepolisan.
Mereka pada dasarnya sadar terhadap yang mereka lakukan tersebut merupakan suatu kesalahan, baik secara agama maupun negara. Tapi, nafsu duniawi lebih menguasai diri mereka ketimbang takut akan larangan Allah.
Kondisi ini menyebabkan keprihatinan mendalam pada kami selaku anggota majelis, yang sedikit mengerti tentang agama, hingga akhirnya tercetus untuk membangun sebuah tempat zikir atau mushollah secara permanen.
Musholla yang didirikan tersebut kemudian diberi nama Arridlo, sesuai dengan nama majelis zikir yang telah kami selenggarakan. Berbekal tanah hibah yang diberikan salah satu anggota majelis, maka disepakati lah oleh tuan guru kami, Abah Haji Luqman Hakim, untuk mendirikan musholla. Proses pembangunannya pun tidak cukup lama, hanya sekitar empat bulanan saja. Dana untuk pembangunannya dikumpul dari anggota majelis, baik yang ada di Lubuklinggau, di Palembang, maupun dari para donatur yang ingin menyisihkan hartanya untuk bekal jariyahnya kelak. Tak pernah sekalipun menebar ”proposal” ke instansi-instansi pemerintahan, ke jalan-jalan, maupun rumah ke rumah. Saudara atau rekanan pun hanya diberitahu lewat lisan kalau seandainya dia berkenan untuk menyumbang, kalau tidak ya tidak jadi soal.
Berdirinya musholla tersebut tidak lantas langsung diterima baik oleh masyarakat sekitar, fitnahan, gangguan, sering kami terima. Apalagi tepat di sebelah kami ada sebuah taman wisata kebun bunga yang hampir selalu ramai setiap harinya, dan pada malam harinya mereka sering mendendangkan lagu ”DJ”maupun karaoke.
Alhamdulillah lambat laun masyarakat sudah mulai bisa menerima keberadaan mushollah tersebut dan sudah mulai bisa menerima kegiatan yang kami lakukan, berzikir dengan membaca susunan “Ratibul Haddad”, juga Maulid Nabi pada malamnya. Bahkan sudah ada warga sekitar yang dulunya aktif berbisnis narkoba sekarang sudah meninggalkan kebiasaannya dan ikut bergabung ke dalam majelis kami.
Selain berzikir dan membaca Maulid Nabi, pada siang harinya ada kegiatan belajar mengajar “Iqro” maupun Al Quran untuk anak-anak anggota majelis juga anak-anak warga sekitar tanpa dipungut biaya sepeserpun. Tidak itu saja, mereka juga tidak perlu membeli buku Iqro maupun Al Quran, karena semua sudah kami siapkan untuk mereka.