Beberapa waktu silam, saat ada kaba: Cak Munawar sakit dan akan opname di Surabaya, Kamis, 12/11/2020, saya langsung menghubungi Ning Churil Jannah, istrinya.
Melalui WA, Beliau menyampaikan;
“Niki taksih diswab karena syarat rawat inap harus swab. Nyuwun tambahe doa, Mas Yai, Mugi Mas Munawar angsal pitulunge Gusti Allah, angsal tombo dan segera sembuh. Mugi Kulo, nggih, diparingi kekuatan, kesabaran, dan keikhlasan atas ujian ini.”
(Ini masih diswab karena syarat rawat inap harus swab. Mohon tambahan doa, Mas Yai, semoga Mas Munawar mendapat pertolongan Gusti Allah, mendapat obat dan segera sembuh. Semoga saya, ya, diberi kekuatan, kesabaran, dan keikhlasan atas ujian ini).
Saya pun membalas WA itu;
“Nggih, mugi enggal kaparingan sehat wal ‘afiat kagem Cak War. Jenengan lan keluarga kaparingan sabar. Dan, semoga bisa menjadi ladang amal. Amin. Matur nuwun sanget infonya, Ning.”
(Ya, semoga segera mendapatkan kesehatan dan ‘afiat untuk Cak War. Anda dan keluarga diberi kesabaran. Dan, semoga menjadi ladang amal. Amin. Terima kasih banyak atas informasinya, Ning).
“Aamiin. Njeh, Mas Yai, matur suwun doanya.”
(Amin. Ya, Mas Yai, terima kasih atas doanya).
“Sami-sami, Ning. Nyuwun ‘update’ perkembangane Cak War, nggih. Salam saya kagem Cak War.”
(Sama-sama, Ning. Mohon ‘update’ perkembangannya Cak War, ya. Salam saya untuk Cak War).
“Insyaalloh.”
Demikian, sekelumit dialog saya bersama istri Cak Munawar lewat WA. Di beberapa grup alumni Madrasatul Quran (MQ) Tebuireng kemudian saya informasikan kondisi terakhir dan mohon ziadah doa untuk kesembuhan Beliau, Munawar Hidayat, sahabat karib semasa di pondok pesantren.
Pada tanggal 18 November 2020, melalui Mas Alek, anak sulung Cak War, ada informasi yang menggembirakan;
“Alhamdulillah, sejak beralih ke pengobatan non medis, Jum’at, 13/11/2029, sampai hari ini, Senin, 16/11/2020, kondisi Abah sudah tampak perkembangan yang bagus. Tidur lebih nyenyak, khususnya tidur malam. Nafsu makan meningkat, sekalipun asupannya masih yang cair dan halus.”
Berita tersebut tentu sangat membahagiakan, sambil terus saya berdoa; semoga pelan-pelan Beliau dapat sehat kembali seperti sediakala.
Kamis sore, 19/11/2020, jam 16.53, tiba-tiba “handphone” saya berdering. Begitu saya buka ternyata Cak Syafii Wardi, teman sekelas yang sampai sekarang masih mengabdi di MQ Tebuireng.
Dengan suara parau Beliau bertanya, “Khi, wis krungu kabar ta, Cak Munawar kapundut?”
(Khi, sudah dapat kabar, Cak Munawar sudah meninggal?).
Bagai tersambar petir mendengar kabar itu, saya seakan tidak percaya. Baru kemarin, ada berita perkembangan signifikan kondisi Cak War. Ternyata sore itu, beliau harus pergi untuk selama-lamanya. Pulang kepada Sang Pencipta. Tak terasa air mata pun tumpah membasahi pipi. Dengan suara pelan terucap kalimat istirja’; “Inna lillahi wainna ilahi raji’un,” batin saya.
Rasanya belum kering air mata ini, menangisi kepergian Cak Wiji, Cak Tamhid, Cak Alwi, dan beberapa teman alumni MQ Tebuireng yang lain, kini terdengar kabar kepergian salah seorang sahabat karib lagi; Cak Munawar Hidayat.
Tidak berlebihan kiranya, kalau saya katakan Cak Munawar adalah salah satu alumni terbaik MQ Tebuireng. Rasa cinta dan khidmahnya kepada Al-Qur’an sungguh luar biasa. Untuk zaman sekarang, mungkin sesuatu yang sangat langka.
Meskipun dia perokok berat, lisan beliau selalu istiqamah “nderes” Al-Qur’an di manapun dan kapanpun. Ketika menyetir mobil pun bibirnya komat-kamit senantiasa merapal Al-Qur’an. Bahkan, tidak jarang Beliau bisa khatam baca Al-Qur’an sambil menyetir mobil dalam satu perjalanan.
Saking cintanya kepada Al-Qur’an, dalam sholat tahajud, Beliau dalam satu rakaat mampu membaca beberapa juz, sehingga sudah tak terhitung berapa kali ia khatam Al-Qur’an di dalam sholat.
Cak Munawar pernah bercerita, ketika ziarah di Maqbarah Hadiratussyekh KHM Hasyim Asy’ari Tebuireng, ia bisa mengkhatamkan Al-Qur’an dalam sekali duduk, tidak begeser dari duduknya sampai bacaannya selesai 30 juz. Luar biasa. Istimewa dan langka.
Kiprahnya kepada pengembangan pendidikan Al-Qur’an pun tidak diragukan lagi. Pada bulan November 2006, Cak Munawar bersama sang istri mendirikan Pondok Pesantren Tahfidhul Qur’an Al-Ma’arij. Dengan jenjang pendidikan: SD, SMP, SMA, Mahasiswa, dan Tahfiz murni.
Pesantren yang dirintisnya 14 tahun yang lalu itu, sebagai wujud khidmah kepada Al-Qur’an, kini telah berkembang pesat luar biasa.
Jumlah santrinya semakin banyak. Pembangunan asrama dan kelas terus meningkat. Kegiatannya pun bertambah variatif, dengan berbagai program yang dirancang untuk memberi bekal kepada para santri.
Demi melatih ketrampilan berorganisasi santri, Pondok Pesantren Al-Ma’arij setiap dua tahun sekali mengadakan pemilu; pemilihan kepengurusan ketua kamar, asrama, dan pondok. Dari situlah kecakapan berdemokrasi santri dilatih. Salah satu pesan yang sering Beliau sampaikan di hadapan para santri adalah; “Hidup harus berani, berani menghadapi kesulitan. Semua orang berani menghadapi kesenangan, akan tetapi banyak yang tidak bisa menghadapi kesulitan.”
Agar keberadaan Pesantren Al-Ma’arij memiliki daya manfaat yang lebih luas di tengah-tengah masyarakat, Cak Munawar membuat program Kajian Tafsir Aktual yang diasuh oleh K.H. Dr. A. Mustain Syafii, M.Ag., rutin setiap Sabtu malam Ahad Wage. Dalam perjalanannya, forum kajian Tafsir Aktual itu tidak hanya dinikmati oleh santri dan masyarakat muslim Desa Kwaron saja, tapi juga oleh kawan-kawan alumni MQ Tebuireng, khususnya yang ada di Jombang. Bahkan pada tiga tahun terakhir, atas saran dari beberapa kawan, rutinan malam Ahad Wage juga disiarkan secara langsung. Sehingga bisa dinikmati oleh siapapun dan dari manapun. Alumni MQ Tebuireng yang berada di luar Jombang bisa tetap mengaji dan silaturahim bersama Kyai Mustain, meski hanya lewat “on-line”.
Tidak hanya itu, untuk menambah wawasan para santri dan masyarakat muslim sekitar Desa Kwaron, setiap Senin malam Selasa kerap dilaksanakan kajian kitab “Ihya Ulumiddin” karya Imam Al-Ghazali oleh K.H. Dr. Ma’sum Zen, MHI.
Dengan program-program itu, yang ada dalam benak Cak Munawar adalah; bagaimana dalam hidup yang jatahnya cuma sekali ini, bisa punya daya manfaat yang sebesar-besarnya bagi orang lain.
Di mata sahabat-sahabatnya, Cak Munawar adalah pribadi yang santun, supel, dan bisa akrab dengan siapa saja. Rumahnya terbuka bagi siapapun yang ingin mengunjunginya. Rapat-rapat penting alumni MQ Tebuireng sering diputuskan di Pesantren Al-Ma’arij miliknya.
Setiap ada pertemuan alumni MQ Tebuireng di Jombang, bisa dipastikan juga ada reuni alumni MQ Tebuireng di Desa Kwaron, tempat tinggalnya. Kalau sedang “ngumpul”, jumlah teman yang datangpun sulit untuk diestimasi. “Tumplek blek”, “ngobrol” sambil “ngopi” sampai menjelang pagi. Jamuan selalu disiapkan dengan luar biasa tanpa berfikir untung dan rugi. Bagi Cak Munawar, bisa menghormat tamu adalah kebahagiaan tersendiri. Menyenangkan orang akan menjadi sebab terbukanya pintu-pintu rezeki. Dan, itu adalah filosofi hidup Beliau.
Meski sudah memiliki pesantren, sudah menjadi kyai, Cak Munawar masih juga suka bercanda seperti umumnya alumni MQ Tebuireng. Tidak jaim, tetap akrab, dan santai. Beliau termasuk teman yang rajin silaturahim, merawat persahatan, dan menjalin persaudaraan, tidak hanya dengan famili sendiri, tapi juga dengan para wali santri dan teman-teman alumni MQ Tebuireng. Seingat saya, tidak kurang dari lima kali Beliau datang berkunjung ke Yogya untuk memberkahi. Terakhir, 23 Agustus 2020 yang lalu sepulang dari takziah di Kebumen bersama sopir dan istrinya. Secara pribadi, hubungan saya dan Cak Munawar tidak lagi sebatas teman, tapi sudah seperti famili.
Maka tidak heran, kesuksesan, kemuliaan dan keberkahan hidup Cak Munawar sangat terlihat dan bisa dirasakan oleh kawan-kawannya. Tentu, itu semua tidak terlepas dengan sebuah ajaran; tidaklah Allah Ta’ala memuliakan para kekasihNya dengan karomah, kecuali hasil dari keistiqomahan penghambaan dirinya. Lisan yang senantiasa basah dengan kalamNya. Hati seorang hamba yang selalu memandang Allah Ta’ala ada dalam dada. Dan, daya manfaat di depan hamba-hambaNya.
Cak Munawar, usiamu tidak panjang, cuma 47 tahun 8 bulan. Tapi yakinlah, Pesantren Al-Ma’arij yang kau rintis, anak-anak yang sholeh-sholehah yang kau didik; Gus Alex, Gus Afa, Ning Elza, dan Gus Rama; amal jariyah dan kesan positif tentang perjuanganmu akan dikenang sepanjang masa di lubuk hati para santri, keluarga, sahabat, dan umat yang mencintaimu.
Selamat jalan Cak Munawar. Saya menjadi saksi: sampeyan adalah orang baik, pecinta Al-Qur’an sejati. Saya yakin sampeyan termasuk dawuhnya Nabi;
اهل القرآن اهل الله وخصته
Ahli Al-Qur’an adalah keluarganya Allah dan hamba sepesialNya. Al-Fatihah.