Seorang santri yang baru selesai belajar dari pesantren atau perguruan tinggi hendaknya tidak melupakan ilmu-ilmu haliah (istilah Jawa: kahanan). Ilmu yang semata tidak mengandalkan intelektual, melainkan juga kepekaan batin, sosial, dan kepedulian.
Ilmu-ilmu haliah tersebut memang tidak didapatkan di bangku sekolah atau kuliah. Ilmu-ilmu tersebut didapatkan dari lingkungan dan pergaulan masyarakat.
Ada beberapa kasus santri atau mahasiswa yang baru pulang dari tugas belajar kesulitan dalam menghadapi situasi sosial dan lingkungannya. Suasana ketika masih di tempat belajar pasti berbeda dengan suasana lingkungan di kampung halaman. Di pesantren, seorang santri akan tekun dan rajin mengaji dan belajar. Begitu pula ketika kuliah, lingkungan masih kondusif untuk berkumpul sesama mahasiswa dalam melakukan berbagai kegiatan. Namun, setelah pulang ke rumah akan menemukan situasi yang berbeda.
Oleh karena itu, menurut K.H. Said Aqil Siroj, Ketua Umum PBNU, seorang santri harus memedomani tiga prinsip kebajikan: husnul mu’asharah, husnul mua’amalah, dan husnul musyarakah. Ketiga pedoman tersebut merupakan landasan berakhlak seorang santri ketika menghadapi masyarakatnya. Sebab, akhlak tanpa landasan akan kembali kepada tatakrama sosial yang sempit. Akhlak harus menyentuh hati semua orang di luar batas-batas dan sekat-sekat, tidak dalam lingkup yang terbatas. Karena, semua orang akan mengalami hubungan pergaulan/sosial (mua’sharah) yang tidak terbatas pada lingkungan yang sempit. Apalagi di zaman sekarang ketika hampir tidak lagi didapat hubungan yang terisolasi. Masyarakat dunia sudah jauh lebih terbuka. Sekat-sekat bahasa akan turut luntur secara perlahan.
Aspek ekonomi (mua’amalah) merupakan bagian penting bagi umat manusia. Manusia dapat berperang dan saling menindas hanya karena faktor ekonomi ini. Keadilan ekonomi dengan demikian adalah cita-cita yang harus diwujudkan. Keadilan demikian terwujud dalam hubungan saling menghargai, dalam transaksi-transaksi ekonomi. Dengan kata lain, tidak ada ketimpangan dan kesenjangan ekonomi yang dalam.
Husnul musyarakah (berkumpul, bermufakat, dan berserikat) merupakan tali ikatan emosional yang harus terus dipelihara. Tradisi masyarakat pesantren merupakan subkultur yang memiliki ciri khas utama bagi organisasi Nahdlatul Ulama (NU). NU adalah pesantren besar, sementara pesantren adalah NU kecil. Pengertian subkultur adalah pesantren memiliki budaya khas yang turut mewarnai kebudayaan Indonesia secara umum. Kehidupan pesantren yang tidak bisa lepas dari lingkungan masyarakat di sekitarnya menjadi tonggak budaya keberlangsungan kehidupan bergama dan bermasyarakat di Indonesia.
Penulis: Goesd
Editor: Goesd