Ada yang sempat bertanya atau mempertanyakan sebuah kreativitas. Bagaimana hubungan sebuah kreativitas dalam pengertian seni dan budaya? Jawabnya tentu akan sangat labil.
Kreatif diambil dari bahasa Inggris “a create” yang berarti sebuah karya atau sebuah cipta. Seseorang yang kreatif biasanya memiliki kemampuan dan daya cipta.
Tak dapat dipungkiri, seorang seniman atau apapun sebutannya yang memiliki daya imajinasi yang tinggi akan mampu menghasilkan sesuatu atau karya ke dalam bentuk materi. Seorang penulis dengan daya imajinasi yang tinggi mampu menghasilkan sebuah karya fiksi seperti puisi, prosa, maupun drama. Seorang pemahat akan menghasilkan sebuah patung, kayu ukiran, dan seterusnya. Seorang perupa akan menghasilkan sebuah karya lukisan dan seterusnya. Demikian, banyak hasil yang disebut dengan karya. Dengan banyaknya hasil karya maka diperlukan sebuah disiplin ilmu tersendiri untuk mengkaji, meneliti, dan mengkritisinya. Hal ini bertujuan mulia untuk menjaga otentikasi dan orisinalitas sebuah karya dan hak penciptanya. Tanpa ada hak cipta tersebut maka akan mudah sekali ditemukan plagiarisme, duplikasi, atau secara lebih sopan disebut sebagai artisan. Dunia demikian dapat disebut sebagai dunia produksi.
Produksi dan Reproduksi
Untuk mengenalkan sebuah produk karya diperlukan sebuah kreativitas tersendiri, terutama di era kekinian. Seorang kreator dituntut tidak sekadar mampu menghasilkan sebuah produk, melainkan juga memasarkan produk-produk hasil dari karyanya. Jika tidak, maka ia akan tenggelam begitu saja, meskipun hasil karyanya sangat jempolan dan diakui oleh dunia. Dia harus mampu mereproduksi atau meminta bantuan pihak lain untuk mereproduksi karya-karya miliknya.
Dunia kreatif ini munculnya memang dihasilkan dari dunia “marketing”. Bagaimana seseorang atau sebuah tim dituntut secara kreatif untuk menghasilkan sebuah karya baru secara reproduktif. Hal ini tidak bisa dipandang sebagai sebuah plagiasi, karena dituntut untuk sebuah daya baru dalam hal menciptakan. Yang belakangan dikenal sebagai revolusi industri 4.0 atau 5.0. Kemandirian seorang kreator membutuhkan sebuah ketersalingan di dalam mereproduksi karya-karya baru.
Belakangan ini YouTube merupakan lahan baru bagi kreator-kreator utama. Tidak saja menghasilkan secara ekonomis, melainkan juga melimpahkan kreativitas, semangat, dan hasil-hasil baru. Sebuah karya yang ditampilkan di layar YouTube tidak bisa dipandang sebagai sebuah plagiasi, karena secara otomatis akan di-banned. Ada aturan-aturan yang harus dipatuhi agar tidak di-banned.
Proses kreatif ini sangat diperlukan bagi kaum pesantren dalam hal memberikan informasi-informasi yang berimbang, sepadan, dan bisa dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini, Gus Uki (K.H. Uki Marzuki Sholihin) memberikan tawaran-tawaran menantang bagi kemajuan kreativitas kaum santri. Tentu, dengan kapasitas yang memiliki latar belakang kepesantrenan. Pesantren di masa-masa kini dan mendatang memerlukan sebuah terobosan untuk tetap menjaga komunikasi dengan masyarakat sebagai mitra sosial yang secara tradisional menjalin hubungan ketersalingan yang intensif. Hal ini dapat menjadi lahan yang benar di dalam merepresentasikan diri sendiri bagi kaum santri.