Cak Muhib, lengkapnya Muhibuddin, senior saya ketika di Pondok Pesantren Madrasatul Quran (MQ) Tebuireng. Beliau adalah salah satu senior yang banyak dikenal oleh para santri, paling tidak karena dua hal, al-Quran dan sepak bolanya.
Beliau termasuk alumni yang disegani. Karena dulu, Beliau dipercaya oleh pondok untuk menempati jabatan “strategis”, sama seperti Ahmad Nur Qomari dan Pak Doktor Fahrur Rozi. Entah kenapa, disadari atau tidak, ketiga pribadi yang baru saja saya sebutkan tadi memiliki karakter yang hampir sama, suka bicara seperlunya saja.
Posisi utama Beliau adalah sosok yang mengabsen jalannya “mudarosah”. Aktivitas saling menyimak bacaan al-Qur’an yang berlangsung bakda Magrib di masjid MQ Tebuireng. Kenapa strategis? Karena, posisi ini pasti akan menyita perhatian dan pengamatan satu persatu dari anggota majelis yang sedang diabsen. Jika beruntung, maka para “petugas” ini akan duduk dan ikut menyimak bacaan di majelis itu. Naif Adnan dan Irfan jelas pernah merasakan sensasi seperti ini, meskipun mereka hanya duduk dan diam di majelis tersebut.
Mungkin, ada benarnya kalau unit tahfidh di MQ Tebuireng tidak pernah salah memilih sosok yang memiliki “aura” untuk menaklukkan santri-santri yang “belum bener” mondoknya.
Yang kedua, Beliau dikenal dalam dunia sepakbola. Di lapangan yang setengah kering ketika kemarau, dan becek ketika hujan, Cak Muhib terkenal garang. Dia menjadi andalan pertahanan komplek MS di zamannya. Waktu itu, MS masih diperkuat Kyai Habib Anami yang memiliki “skill” dan “gocekan” di atas rata-rata daripada pemain-pemain lainnya. Bahkan, ini yang unik, di balik postur yang kurus, Beliau memiliki kaki sekuat baja. Hingga di pondok kala itu, Beliau dipanggil dengan sebutan akrab “Muhib Balung”. Panggilan yang mudah untuk mengingat, siapakah nama Muhib yang dimaksud?
Dan, sekarang, Beliau sedang melanjutkan kebermanfaatan ilmunya. Menjadi seorang pengasuh bersama adik Beliau, Himam Aliyul dan Syekh Muya Sin, di Pesantren Tahfidh Anak Manba’ul Quran, Porong. Semoga Beliau selalu diberikan “balung” (kekuatan) dalam mengemban amanah di tempat sekarang.
Menjadi santri MQ Tebuireng memang harus kuat jasmani (tubuh) dan rohani (akal-Quran)nya, sebagaimana Allah menjadikan Nabi Musa As, Nabi Muhammad Saw, dan para nabi lainnya. Kuat dan bermanfaat dalam mendidik umat.