Nama yang lembut untuk sebutan wajah yang halus. Tidak merokok, tetap tenang. Tak ada gejolak dan riak. Seandainya ada prahara, dia tetap tak berkutik dengan senyum merayap.
Bersahaja seperti biasa. Yang membedakan antara sekarang dan dulu hanya kendaraan. Entah, Vespa kesayangannya; kenapa tiba-tiba menjadi motor bebek. Krisis moneter seperti sudah lama berlalu. Dua puluh empat tahun silam.
Nama itu melekat dalam bidikan sebuah kover novel. Tidak terlalu digandrungi. Mungkin, kalah tenar dengan Nawa El Sadawi atau Kahlil Gibran yang mendayu. Atau, juga Milan Kundera?
Seperti biasa, referensinya kembali kepada pergolakan batin atas tahta yang dulu telah hilang. Ia tidak bersemangat meneruskan tradisi, kecuali sedikit bergerak maju. Capaian demi capaian masih sama seperti Yogya.
Ia berkisah dan kadang bertanya. Tidak terlalu jauh melangkah atau meledak-ledak. Penolakan demi penolakan atas sebuah tawaran selalu lewat. Tidak di sini, mungkin pikirnya. Tapi, di sana. Di relung palung dalam. Di kekediaman samudera. Ia tidak pernah pula menagih apalagi berjanji.
Hanya sajian cerita ngalor ngidul yang tetap terkontrol. Tanpa emosi dan ekspresi. Perlu cara atau metode tersendiri untuk menebak kata-katanya. Meskipun diksi yang digunakannya sedikit membuat tersenyum. Mungkin juga kesinisan yang membuat hati semakin jengkel.
Menyerah juga tidak sepertinya. Meledak-ledak barangkali. Bagi yang mampu menangkap derasnya arus.
Tak ingin beranjak. Dan, memang sedikit sekali tawaran ide yang bisa ditangkap. Untung saja, masih tetap cair dengan kalimat yang tertata.
Perubahan bukan dari mental gradual. Hanya ketekunan. Seperti mereka yang mencangkul sawah atau membuka belukar. Menanam harapan pada benih dan silap api yang mungkin saja tetap bisa terjadi.
Wajahnya tidak berminyak. Sehidangan cuma segelas yang selera.
Ia seperti rindu. Melihat kelebat camar terbang samar. Berjelaga gagak hitam di jendela pintu kamar.
Jangan ada kata yang membusai, katanya dulu. Perubahan tidak bisa berarti apa-apa. Hanya berjalan yang bisa sampai hingga tujuan.
Tak usah terlalu menggebu, masuk terlalu jauh ke dalam angan. Semua akan beranjak tak cukup kata-kata. Seandainya saat ini bisa berlalu dengan kata yang kejap, pasti semua sudah menghindari. Hanya kelucuan-kelucuan yang tak bisa dihindari.
Hanya kelucuan yang merepih dalam rindu.
Terminal Giwangan, 17 Juni 2022.