Jombang-Net26.id Jum’at, 17/6/2022, Tim Badan Nasional Penaggulangan Teroris (BNPT) berkunjung ke Pesantren Tebuireng, Jombang. Kunjungan tersebut dipimpin langsung oleh Deputi 1 Pencegahan, Mayjen Nissan Setiady.
Dari pihak Pesantren Tebuireng, hadir Pengasuh Pesantren Salafiyah Seblak, KH Abdul Halim Mahfudz dan KH Abdul Ghofar Yusuf selaku Sekretaris Pesantren Tebuireng. Acara tersebut dihadiri pula Buya Uki Marzuki selaku Sekretaris Jenderal Majelis Mujahid NKRI, parapengurus pesantren di sekitar Tebuireng, serta kalangan pengusaha dan akademisi.
Dalam rilisnya, KH Abdul Halim Mahfudz mengungkapkan, kegiatan Workshop yang diselenggarakan oleh Pesantren Salafiyah Seblak dan Pesantren Tebuireng tersebut mengangkat tema “Meredam Intoleransi dan Radikalisme”; dihadiri oleh parapengusaha dari Jakarta, Surabaya, dan Kediri dalam membangun persahabatan dan kerjasama erat.”
Almarhum KH Salahuddin Wahid atau Gus Sholah pernah menyinggung empat elemen penting bagi masyarakat Indonesia yang berbudaya santri. Indonesia adalah negeri parasantri. Empat elemen tersebut adalah kokohnya “organisasi”, ajaran sesepuh (leluhur dan parakiai), warga (pesantren dan masyarakat), serta warisan “ajaran” dan tuntutan. Empat elemen tersebut dipandang oleh Gus Sholah sebagai benteng utama kehidupan suku-bangsa Indonesia. Dengan kata lain, jika empat elemen tersebut rapuh, maka otomatis masyarakat dan dunianya sudah betul-betul terancam.
Oleh karena itu, menurut KH Abdul Halim Mahfudz lagi, “Hubungan persahabatan dan kemanusiaan antarwarga bangsa sudah banyak dimainkan dan dicederai oleh nafsu permusuhan yang dibuat-buat. Padahal warga bangsa nyatanya lebih akrab dan lebih senang bersahabat!”
Buya Uki Marzuki memberikan tambahan, kerjasama antarpesantren harus diperkokoh dengan silaturahim dan komunikasi. Membangun ide dan mimpi bersama. Menurutnya, masyarakat santri sudah terbiasa tirakat. Sudah terbiasa menakar nafsu. Rusak tidaknya masyarakat karena tidak mampu menahan nafsu dalam bentuk apapun.
Di samping itu, masyarakat juga perlu membangun kemandirian. Pesantren adalah komunitas pilihan, karena di situ terdapat ilmu, amal, praktik, dan juga relasi. Pesantren adalah sekarang dan masa depan Indonesia.
Dari pesantren, tidak saja budaya yang bisa diselamatkan, tapi kemanusiaan Indonesia juga bisa diselamatkan. Mereka yang tidak bisa memahami pesantren selama ini, karena masih mengikuti stigma berpikir masa lalu yang salah. Kemiskinan, kebodohan, dan keadilan adalah problem abadi masyarakat yang harus selalu disadari dan ditanggulangi. Sikap intoleran bisa muncul jika tiga problem ini belum menjadi perhatian serius.