Ada banyak nama lembaga pendidikan dan pesantren di Indonesia yang menggunakan nama Al Furqon. Namun, tiap lembaga tersebut sudah pasti memiliki kekhususan-kekhususan tersendiri. Karena, masing-masing memiliki aktor-aktor yang berbeda-beda. Visi dan misi pun bisa berbeda.
Landasan Memori
Pondok Pesantren Al Furqon Lubuklinggau didirikan oleh KHA Zahruddin Syambasi (Mbah Kung) pada 1 April 1996 menurut leges notaris. Tapi, rintisan memorinya sangat panjang sejak Almarhum Mbah Kung di Jawa.
Di Jawa, Mbah Kung terlahir dari lingkungan pondok pesantren, meskipun dalam arti yang sangat sederhana. Dari segi silsilah, Mbah Kung adalah putera Mbah Syuhud bin Thohirin bin Singamenggala. Nama Singamenggala ini merupakan gelar dari Keraton Mangkunegaran. Makamnya terletak di Pemakaman Ncuet di Desa Cukilan. Singamenggala adalah nama kesatuan pasukan Mangkunegaran yang melakukan perlawanan terhadap Belanda setelah Perang Dipanegara yang diteruskan oleh Nyi Ageng Serang. Perlawanan hebat Nyi Ageng Serang terhadap Belanda justeru terjadi di wilayah Magelang, Salatiga, dan Boyolali. Di sekitar gunung-gunung Merapi, Merbabu, dan Telomoyo. Belanda mengalami kerugian yang lebih besar daripada Perang Dipanegara. Tapi, cerita ini tidak diungkap. Dari Raden Singamenggala ini pula, nasab Mbah Kung bisa sampai kepada Raden Mas Sandyo (Mbah Nur Iman, Mlangi, Yogyakarta). Mbah Nur Iman adalah kakak Sultan Hamengkubuwono I yang menolak menjadi sultan dan memilih membangun pesantren di Mlangi setelah Perjanjian Giyanti yang membelah Kerajaan Mataram menjadi Yogya dan Solo.
Kedatangan Mbah Kung ke Lubuklinggau tidak dalam kapasitas migrasi pada umumnya. Mbah Kung merantau dengan membawa misi kepesantrenan. Ia bercita-cita di Kabupaten Musirawas waktu itu akan tumbuh pesantren-pesantren. Dengan pesantrenlah, masyarakat akan membangun budaya sesuai dengan cita-cita Islam. Masyarakat yang damai dan selamat dunia dan akhirat.
Tentu, misi tersebut memerlukan strategi yang jitu. Strategi pertama adalah merangkul masyarakat. Meskipun Mbah Kung orang Jawa tapi semua warga masyarakat sudah dianggap saudara.
Membangun Perangkat Perangkat
Membangun Pondok Pesantren Al Furqon sudah dipersiapkan oleh Mbah Kung dari jauh-jauh hari. Persiapan pertama adalah putera-puteranya. Memang, tidak semua putera-puteri Mbah Kung mesantren, tapi memiliki peran penting masing-masing. Putera-puteri yang pertama diorientasikan menjadi pegawai negeri. Dengan mengabdi pada pemerintah diharapkan akan menjadi sesepuh yang bisa mengayomi adik-adiknya. Karena, sudah dianggap mapan dari segi ekonomi. Anak ketiga dari Mbah Kung memiliki visi membangun ekonomi keluarga. Membangun pesantren dibantu oleh kakak-kakaknya.
![](https://net26.id/wp-content/uploads/2022/06/IMG_20220616_201854-1-scaled.jpg)
Visi Mbah Kung seperti tokoh-tokoh Pandawa Lima. Anak-anak terakhir Mbah Kung memiliki orientasi keilmuan pesantren. Tentu, sesuai dengan kapasitas dan kemampuan masing-masing. Tidak perlu ada target yang muluk-muluk. Pondok Pesantren Al Furqon Lubuklinggau tumbuh secara alami.
Teladan pada Mbah Kung adalah sosok santri yang taat pada fiqh. Mbah Kung adalah santri langsung KH Djazuli Usman Plosomojo, Kediri, yang ahli gramatika bahasa Arab juga seorang faqih. Kekokohan Mbah Kung pada fiqh inilah yang menjadi pondasi Pondok Pesantren Al Furqon yang akan diteruskan oleh anak-anak dan cucu-cucunya sebagai perangkat-perangkat dan tiang-tiangnya.