Senyumnya yang sumringah sangat membahagiakan. Tatap matanya dari muka yang tertunduk di hadapanku, seakan tak pernah hendak memangsa. Meski telah kuusahakan agar dia mendengar kata kataku. Tak jua, Dia memandang dengan antusias. Aku tak tahu: apa yang sedang dipikirkan olehnya. Yang kutahu, hatiku pun penuh gejolak antara berani dan tidak. Dalam basabasi yang purna itulah menghendaki kami serasa tak ingin lagi berpisah.
Berbeda di kala Dia sedang berada di tengah-tengah keramaian. Dia akan selalu tampak bagai pujaan semua orang yang menyapa. Dan, di situ, ujian kesabaran mengharuskan aku bersikap.
Memang tidak semua orang yang dekat dengannya akan merasa tersanjung atau merasa mendapat tempat di hatinya. Simpatik dan pujian tak pernah dihiraukannya, meski sering ditanggapinya dengan serius. Banyak kumbang yang datang dan jatuh. Dan, aku merasa bangga telah mampu menaklukkan hatinya. Tentu, dengan ketabahan.
Dia tak mau diganggu seperti saat itu. Ketika aku menemuinya di dalam dekapan. Dia menumpahkan segala perasaannya bagai menemukan muara dari sungai yang mengalir panjang. Di hadapanku, Dia memang tak pernah berkutik dan mau mengakui semua kesalahannya. Dan, aku tak pernah jemu mengingatkannya, meskipun ia akan merasakan seperti diriku yang sesungguhnya.
Kini, bukan saja aku telah mengenal baik dirinya. Dia pun telah mengenal baik akan diriku sebagaimana Dia mengenal dirinya. Semua ujaranku selalu meresap di hatinya, seperti pagi itu. Aku tak perlu lagi berkata kata panjang lebar. Tapi, cukup hanya dengan memberikan isyarat hati.
Sama seperti dirinya, aku pun memiliki persoalan persoalan yang pelik. Tapi, Dia cenderung untuk menyelesaikan persoalan persoalannya sendiri. Tak ingin diganggu, meski tak lepas dari saran saran dan kehendakku.
Kehendak itu hanya sebersit saja dari luapan emosinya yang tak terkendali. Tidak berpikir panjang, menghentak mimpi. Ujaran dan lampiasan yang sesungguhnya mencari cari tempat berlabuh. Dia hanya meninggalkan sebersit pesan pesan lemah di antara kesungguhan yang sebentar kemudian hilang. Dia untuk pertama dan terakhir menjawab satu kata yang kemudian ditautkannya dalam kegamangan dan kegembiraan. Seperti bidadari barangkali, sekali tertawa sekali kemudian terbang.
Kebumen, 18 Agustus 2022.