Dalam Sistem Pendidikan Nasional, terdapat tiga ruang lingkup utama komunitas yang dijadikan sebagai basis pendidikan dan transformasi pengetahuan. Tiga ruang lingkup tersebut adalah keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Di era serba digital seperti saat ini, ada yang menyebut kalau relasi dan komunikasi sosial akan tergerus. Artinya, hubungan sosial tidak lagi didasarkan pada emosional, melainkan lebih bersifat antisosial. Misal, dalam sebuah ruang pertemuan, masing-masing orang bisa tidak saling menyapa dan melakukan interaksi karena tangan dan perhatian mereka sudah tertuju pada alat komunikasi digital mereka, smartphone. Satu orang bisa tertawa sendiri karena sedang menonton adegan joged-joged nan lucu. Sementara yang lain asyik bermain game secara kolektif atau sendirian. Dan, ada juga yang sibuk mengikuti diskusi-diskusi di dalam grup.
Memang, tidak dapat dipungkiri, jika sistem digital sudah banyak merubah hubungan sosial seorang individu sehingga menjadi asosial. Mereka tidak peduli dengan lingkungan dan tradisi yang masih berjalan di sekitar mereka. Waktu lebih banyak digunakan untuk malas bergerak (mager) daripada olahraga bersama atau bebersih jalan kampung.
Hal tersebut sebenarnya tidak salah semua atau betul semua. Sebagai alat, media sosial dapat menjadi sarana paling efektif untuk melakukan efisiensi waktu dan biaya. Bayangkan, jika rapat di kampung misalnya membutuhkan biaya transportasi dan konsumsi, maka hanya melalui media sosial dan digital orang perorang dapat melakukan kegiatan di rumah masing-masing. Coba kalau rapat tersebut dilakukan oleh orang perorang antarkota dan antarnegara? Berapa biaya yang harus dikeluarkan? Melalui media digital saat ini, langkah-langkah efisiensi dan murah relasi sosial sebenarnya dapat jauh lebih efektif.
Kerja-kerja digital, meskipun dicurigai dapat menciptakan masyarakat antisosial, namun dapat pula dijadikan sebagai medan kerja dan belajar sebuah komunitas. Misal, untuk membuat sebuah konten kreatif sehingga menjadi viral dibutuhkan tidak cukup satu atau dua orang saja, melainkan dibutuhkan kerja-kerja kolektif sebuah komunitas untuk saling mendukung memviralkan.
Hanya saja, prinsip-prinsip dan etika sosial diperlukan sebuah aturan baru yang menjadi tugas berat ilmu-ilmu sosial dan humaniora sehingga manusia tetap bisa berperan sebagai manusia (humanis). Tidak menjadi makhluk antisosial dan budak teknologi. Dengan demikian, virus-virus toxic yang bersifat antisosial dapat dicegah sedini mungkin.