Dikisahkan dalam hadis Rasulullah Saw: banyak sekali keutamaan-keutamaan yang bisa didapat di bulan Ramadhan. Di antara keutamaan bulan Ramadhan adalah menjumpai malam seribu bulan, Lailatul Qadar. Sebagaimana ‘Aisyah Ra mengatakan, “Carilah Lailatul Qadar pada malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir (pada bulan Ramadhan).” (Hadis riwayat Al Bukhari).
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى
Diceritakan dari ‘Aisyah Ra, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Saw, ‘Jikalau saja ada hari yang aku tahu malam itu adalah Lailatul Qadar, lantas doa apakah yang sebaiknya aku lantunkan?’ Rasulullah Saw pun menjawab, ‘Berdoalah Ya Allah, Engkau Maha Pemaaf dan Engkau mencintai orang yang meminta maaf, maka maafkanlah aku!” (Hadis riwayat Al Tirmizi).
Dalam hal ibadah, tentu Rasulullah Saw tidak ada bandingannya. Begitu pula puasa. Justeru untuk menyamai atau setidaknya mendekati, parasahabat dan ulama-ulama salaf Al sholih memperbanyak sendiri ibadah-ibadah sunnah mereka.
Padahal, dalam banyak hal, justeru Rasulullah Saw sendiri cenderung terkesan lebih santai agar gampang ditiru oleh umatnya. Itu di satu sisi.
Sementara di sisi yang lain, Rasulullah Saw pun sering diilustrasikan sangat gigih mengerjakan sholat tahajud hingga kakinya bengkak-bengkak karena terlalu banyak berdiri dan duduk ketika menunaikan sholat, bahkan perutnya diikat kencang-kencang agar tetap terjaga dalam ibadah.
عَنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- صَلَّى حَتَّى انْتَفَخَتْ قَدَمَاهُ فَقِيلَ لَهُ أَتَكَلَّفُ هَذَا وَقَدْ غَفَرَ اللَّهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ فَقَالَ « أَفَلاَ أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا ». رواه مسلم.
Diceritakan dari Mughirah bin Syu’bah, Nabi Saw melaksanakan sholat hingga kedua mata kakinya bengkak. Lalu ditanyakan kepadanya, “Mengapa engkau membebani dirimu, padahal Allah telah mengampuni dosamu yang lalu dan yang akan datang?” Rasulullah Saw menjawab, “Bukankah seharusnya aku menjadi hamba yang banyak bersyukur?”(Hadis riwayat Muslim).
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا صَلَّى قَامَ حَتَّى تَفَطَّرَ رِجْلاَهُ قَالَتْ عَائِشَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَصْنَعُ هَذَا وَقَدْ غُفِرَ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ فَقَالَ «يَا عَائِشَةُ أَفَلاَ أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا ». رواه مسلم.
Diceritakan dari Aisyah Ra, Rasulullah Saw ketika melaksanakan sholat maka Beliau berdiri hingga kedua kakinya bengkak. Aisyah Ra bertanya, “Ya Rasulallah, apa yang engkau perbuat, sedangkan dosamu yang telah lalu dan yang akan datang telah diampuni?” Lalu Beliau menjawab, “Ya Aisyah, bukankah seharusnya aku menjadi hamba yang banyak bersyukur?” (Hadis riwayat Muslim).
Bagi seorang muslim, ibadah tentu tidak hanya pada batasan-batasan sholat saja. Dalam berbagai kondisi, ia sebaiknya selalu terjaga dalam ibadah dari setiap helaan nafasnya.
Ibadah formal memang telah banyak disebutkan di dalam Al Quran maupun hadis, namun yang informal (tidak terperinci dengan jelas) juga tidak kalah banyaknya. Ibadah formal seperti sholat dapat dihitung jumlahnya. Membayar zakat juga dapat dihitung timbangan beratnya. Namun, yang informal, tidak terbilang jumlah dan bilangannya.
Begitu pula dalam menggapai keinginan untuk berjumpa dengan Lailatul Qadar. Secara formal telah disebutkan malam-malam tertentunya, pada malam-malam ganjil. Bahkan, Imam Al Ghazali membuat rumusan-rumusan tertentu seperti apabila puasa diawali pada hari Minggu maka Lailatul Qadar akan dijumpai pada malam selikur. Malam tanggal 21. Dan, seterusnya. Demikian adalah formalnya. Sementara yang informal tidak terhitung malam-malamnya.
Intinya, Allah akan menyapa dalam kebiasaan-kebiasaan hamba-hambaNya. Jika seorang hamba rajin menunaikan sholat, maka Allah akan menjumpainya dalam keadaan sholat. Jika seorang hamba rajin bersedekah, maka Allah pun akan menjumpainya dalam keadaan bersedekah. Jika seorang hamba rajin berzikir, maka Allah akan menjumpainya dalam keadaan berzikir. Allah akan menjumpai hambaNya pada “maqam” (turning frequenscy) hambaNya.